Monday, October 14, 2013

[INDONESIAN FIC] MULTI-PAIR DRABBLE SONGFIC

Drabble Fic
Author: Ai
Genre: PG,songfic
Pair: JxInoran, KiyoharuxRyutaro Arimura, JurixLeda, SugizoxRyuichi, KiyoharuxRuki
Author Notes: Drabble fic jadi ceritanya gak berhubungan satu sama lain ya.. ini juga songfic jadi ceritanya dibuat berdasarkan lirik lagu.. review n komen please..
kalo ada fandom/pair yg anda gak tau silakan diskip :)

[1] ONE MORE TRY - 911

"Aku sudah membunuh orang lebih banyak dari yang kau pikirkan," Jun mengatakan hal itu dengan ekspresi datar sambil menatap Inoran yang hanya berdiri diam di hadapannya. Jun menaruh pisau yang ia pegang di atas meja kecil. Pisau itu masih memiliki sisa-sisa darah dari orang yang menjadi korban Jun.
Inoran masih berdiri diam di tempatnya.
"Aku tidak bisa mencintaimu seperti yang kau mau," Jun melanjutkan kata-katanya. "Aku seorang pembunuh."
Inoran menatap ke arah Jun. Ia tersenyum. Ya, ia tersenyum manis ke arah Jun. "Aku tidak peduli. Bukankah kita berdua sama saja?", kata Inoran.
"Tidak. Kita berbeda. Aku... Aku tidak tahu apakah aku bisa mencintai orang lain lagi," Jun mengalihkan pandangannya. Senyuman manis itu selalu ada dalam pikirannya. Senyuman itu mengubah dirinya, seolah senyuman itu telah menghipnotisnya supaya tidak mengalihkan pandangannya dari Inoran. Dan Jun menyukainya. Jun menyukai senyuman itu dan semua yang ada dalam diri Inoran. Tapi ia tahu kalau ini tidak akan mudah baginya. Inoran tidak pernah membunuh orang seperti yang ia lakukan. Inoran hanya akan terlibat dalam bahaya bila ia berada di dekat Jun. Jun mengatakan semua itu pada Inoran.
Namun Inoran tetap tersenyum padanya. Dan ia mengatakan kata-kata itu lagi. "Aku mencintaimu, Jun, dan aku tidak menginginkan orang lain selain dirimu," Inoran menatap Jun lekat-lekat, lalu berjalan mendekati Jun. Ia memegang tangan Jun, menggenggam jemari tangannya, seolah tidak peduli kalau jari tangan yang ia pegang itu sudah membunuh orang-orang lain. "Aku mencintaimu", ujar Inoran sekali lagi.
###

[2] First Love - Utada Hikaru

Sudah lama sekali ia selalu memendam perasaan ini. Terlalu lama sampai ia tidak sadar kalau ia masih memiliki perasaan ini.
Inoran menatap ke arah J yang sedang bersenang-senang bersama kekasih wanitanya.
Ia hanya bisa menghela nafasnya. Bahkan Sugizo pernah mengatakan padanya kalau cinta pertama itu susah untuk dilupakan.
J adalah pria pertama yang ia cinta dan ia selalu menyimpan perasaan itu dalam hati dan pikirannya. Ia tidak berani menyatakan hal itu pada J karena ia takut hubungan pertemanan mereka yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun ini akan rusak.
Awalnya memang susah untuk tidak merasa cemburu pada gadis-gadis yang menjalin hubungan dengan J. Tapi ia sangat bagus dalam memasang ekspresi datar dan berpura-pura mendukung J dalam setiap kegiatan yang ia lakukan, termasuk dalam berpacaran.
Inoran mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Seorang gadis kemudian menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Jangan merokok terlalu banyak, Ino-chan," ujar gadis itu sambil merangkul Inoran.
"Aku tidak bisa hidup tanpa ini," Inoran menjawabnya sambil tersenyum. Ia sempat melirik ke arah J yang sedang membelai lembut wajah kekasihnya dan tersenyum padanya. Mereka terlihat begitu mesra.
'Setidaknya J bahagia, karena itu, aku juga akan ikut berbahagia' pikir Inoran. Ia berusaha menekan pemikiran bahwa ia yang harusnya berada dalam pelukan J sekarang.
Tapi ia tetap tidak melakukan apa-apa. Hanya berharap bahwa suatu saat nanti lagu cinta yang sedih ini bisa berubah menjadi lagu cinta yang bahagia.
###

[3] Masquerade - Sads

Kiyoharu hanya berdiri di depan pintu fashion-storenya. Ia hanya menatap ke arah seseorang yang sekarang ini selalu mengisi pikirannya. Sejak saat ia menyatakan cintanya, ia tidak pernah bisa melupakannya.
Arimura Ryutaro.
Ryutaro sedang berada di seberang jalan bersama dengan teman-temannya. Kiyoharu baru saja ingin memanggilnya ketika ia melihat seorang temannya seolah ingin mencium Ryutaro.
Ryutaro seharusnya hanya jadi miliknya seorang. Ia tidak rela membiarkan orang lain mencium Ryutaro. Tidak ada yang boleh mencium Ryutaro selain dirinya.
Tidak berpikir secara jernih, Kiyoharu segera meninggalkan tokonya, menyebrang jalan dan langsung menghampiri Ryutaro. Ia menarik tangan Ryutaro dan memaksa Ryutaro untuk mengikutinya.
"Kiyoharu-san, apa yang....", Ryutaro tampak bingung.
Belum sempat Ryutaro menyelesaikan kata-katanya, Kiyoharu segera menjawab, "kau adalah milikku, Ryu-chan, karena itu aku tidak akan membiarkan siapapun menciummu,"
"Tapi kami hanya berteman," ujar Ryutaro.
"Aku tidak peduli," tegas Kiyoharu. Ia menatap ke arah Ryutaro yang masih bingung menghadapi sikap Kiyoharu. "Aku tidak mau kehilangan dirimu, Ryu-chan"
Ryutaro menatap Kiyoharu. Ia sama sekali tidak menyangka Kiyoharu akan jadi seposesif ini padanya. Tapi ia sendiri yang telah memilih Kiyoharu. Ia harus menghadapi semua konsekuensinya.
###

[4. BELIEVE - LUNA SEA]

Inoran tidak pernah meragukan J sedetik pun. Ia selalu mempercayai J sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama. Itulah alasan mengapa ia ingin masuk ke sekolah menengah atas yang sama dengan J. Karena ia mempercayai J.
Tapi kemudian semua itu berubah sekarang.
Ia meletakkan majalah yang baru saja ia baca. Di majalah itu terdapat sebuah artikel tentang J. Disana tertera kalau J sudah memiliki seorang pacar wanita.
Ia sama sekali tidak tahu tentang hal ini. Ia selalu berpikir kalau ialah satu-satunya orang yang dibutuhkan oleh J. Ialah satu-satunya tempat J selalu bisa mencurahkan semua perasaannya.
Sebuah ketukan di pintu membuatnya sedikit kaget. Ia membuka pintunya dan melihat J muncul di hadapannya, membawakan sebuah kantong plastik berisi entah apa. Tapi ia tidak tertarik dengan apa yang dibawa oleh J.
Ia terlalu kecewa karena J telah menyembunyikan sesuatu darinya dan ia sama sekali tidak berpikir dua kali untuk menyampaikan kekecewaannya pada J. Ia mengeluarkan semua yang ada dalam pikirannya, meskipun J telah berusaha menjelaskan padanya kalau itu semua hanyalah salah paham. Itu semua hanyalah berita yang salah karena J dan gadis itu hanyalah partner kerja. Mereka sedang bekerja sama untuk pembuatan lagu.
Tapi ia sudah terlanjur kecewa. Ia mendorong J keluar dari apartemennya dan langsung menutup pintunya. Ia bersandar pada pintu apartemennya. Kemudian ia menghela nafasnya.
Tidak seharusnya ia cemburu seperti ini. Tidak seharusnya ia bersikap seperti ini. Lalu kenapa ia bisa melakukan hal seperti tadi? Kemana Inoran yang selalu tenang dalam situasi apapun? Lagipula ia tidak punya hak untuk mengatur hidup J. Mereka hanyalah teman dari kecil.
Ia akhirnya membuka pintunya setelah merasa bahwa ia sudah cukup tenang. Tapi tidak ada siapapun di depan apartemennya. J sudah pergi.
###
[5. Make A Wish - Vic Zhou]

Malam Natal. Salju mulai turun dari langit.
Sang rythm guitarist LUNA SEA sedang sibuk membereskan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang ke rumah. Ia merasa lelah setelah live yang mereka lakukan hari ini.
Sang lead guitar LUNA SEA sedang memakai mantelnya dan menarik tas ranselnya dari atas meja. Ia menghampiri sang vokalis yang sepertinya sedang sibuk mengurusi sesuatu di handphonenya.
"Kau punya waktu luang setelah ini?", tanya Sugizo pada Ryuichi.
Ryuichi menutup handphonenya. "Tidak. Aku hanya ingin istirahat," jawab Ryuichi.
Sugizo merangkul bahu Ryuichi, "bagaimana kalau kita pergi ke suatu tempat? Kita berpesta," ajak Sugizo setengah berbisik di telinga Ryuichi.
Ryuichi tersenyum. Ia tahu apa yang diinginkan oleh Sugizo. Bukan pesta biasa tentunya. "Baiklah, kau menang," Ryuichi memegang tangan Sugizo.
"Tentu saja," Sugizo tersenyum.
Sang drummer LUNA SEA memakai tasnya, "maaf ya, aku duluan. Aku ingin menghabiskan malam yang indah ini bersama keluargaku," ujar Shinya sebelum Sugizo dan Ryuichi pergi.
"Have fun ya, family-man," komentar J.
"Selamat bersenang-senang, Shinyacchi," Inoran tersenyum.
Tak lama setelah Shinya pergi, Sugizo dan Ryuichi pergi meninggalkan tempat itu.
Sepertinya semua sudah punya rencana mereka masing-masing. Kecuali Inoran.
Sebenarnya ia sudah merencanakan sesuatu. Tapi ia ragu kalau rencana itu akan berhasil. Rencana itu sederhana. Ia hanya ingin menghabiskan malam Natal ini bersama J. Mereka bisa berbicara tentang berbagai macam hal, tentang musik, artis, apapun. Mereka juga bisa menikmati indahnya salju berdua, mengucapkan keinginan mereka bersama, dan bercinta.
Oke, sepertinya yang terakhir itu memiliki tingkat kesuksesan 0%. J pasti ingin menghabiskan malam ini dengan minum-minum di bar atau di tempat lain.
"Hei, kau ada rencana setelah ini?", tanya J tiba-tiba.
"Ya, aku akan menghabiskan malam ini menatap salju bersama kucingku. Atau mungkin aku akan menonton anime yang kusuka," Inoran memakai tasnya.
J terdiam
"Kenapa?", tanya Inoran.
"Sebenarnya aku ingin mengajakmu hang-out bersamaku," jawab J.
Inoran menggelengkan kepalanya, "aku sedang tidak mood untuk pergi minum-minum, Jun"
"Yah baiklah. Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang," ujar J sambil bangun dari tempat duduknya.
Tadinya Inoran masih ingin menolak J, tapi J berhasil membuatnya setuju. Ia segera masuk ke mobil J dan J mengantarnya menuju ke apartemennya.
Jalanan di sekitar mereka dihiasi oleh dekorasi Natal yang semarak dan cahaya lampu-lampu jalanan menambah suasana itu jadi terlihat lebih romantis. Tidak heran Inoran menemukan beberapa pasangan sedang bergandengan tangan, menikmati malam romantis ini berdua.
J turun dari mobil, diikuti oleh Inoran begitu mereka sampai di depan apartemen Inoran.
Ada sebuah pohon Natal yang agak besar yang diletakkan di depan pintunya. Pohon itu tampak ditutupi oleh salju dan lampu hias yang ada di pohon Natal itu padam. Inoran merasa heran karena sejak kemarin pohon itu ada di sana.
"Mungkin ini pemberian fans," jelas Inoran saat J menatap pohon itu. "Aku sebenarnya menyukai pohon ini. Dekorasinya bagus, tapi sayang sekali lampunya padam," Inoran menunjuk ke beberapa hiasan kecil berbentuk Totoro yang digantung di pohon itu.
J hanya tersenyum. "Mungkin kalau kau mengucapkan keinginan, lampunya bisa menyala,"
"Yang benar saja," Inoran tertawa.
"Coba saja," J seolah menantang Inoran.
Yah, ini malam Natal. Tidak ada salahnya untuk sesekali mencobanya. Inoran memejamkan matanya. Ia berpura-pura mengucapkan sebuah keinginan. Namun begitu ia membuka matanya, sebuah cahaya langsung menyelimuti pohon Natal itu. Lampu-lampu hiasnya menyala, membentuk sebuah lambang love yang indah. Inoran sangat menyukainya.
"Selamat Natal, Inoran. White Christmas itu bagus kan," J tersenyum.
"Jun," Inoran tidak sanggup berkata apa-apa tapi ia kemudian tersenyum.
J menjelaskan padanya bahwa pohon ini sengaja ia beli dan ia letakkan di depan apartemen Inoran sebagai sebuah hadiah untuknya.
"Aku mencintaimu," J tersenyum.
"Aku juga mencintaimu, Junjun yang bodoh," Inoran merangkul J.
###
[6. Hoshi no nai yoru ni - Deluhi]

Leda menatap ke arah langit tanpa bintang di atasnya. Seharusnya hari ini adalah hari yang bahagia untuknya. Seharusnya ini menjadi hari yang spesial baginya. Tapi sepertinya semua berjalan tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan.
Ia sudah lama menyukai Juri. Ia jadi menginginkan untuk selalu bersama Juri setelah mereka tanpa sengaja berciuman di suatu kesempatan. Ia masih dapat mengingat rasanya saat bibir Juri menempel di bibirnya. Sejak saat itu lah ia tidak bisa menganggap Juri hanya teman biasa seperti sebelumnya. Terkadang ia merasa itu semua begitu bodoh. Bagaimana sebuah ciuman dapat mengubah dunianya. Tapi ia tidak dapat menyangkal perasaan ini lagi.
Hanya tinggal 1 jam lagi sebelum ulang tahun Juri. Leda sedang merencanakan untuk memberikan sebuah kejutan bagi Juri dengan tiba-tiba datang ke apartemennya.
Leda sudah me-reject telepon dari Juri beberapa kali dan saat ia akhirnya mengangkat teleponnya, Juri mengajaknya pergi bersama dengan Sujk ke suatu bar, tapi Leda menolaknya dengan mengatakan kalau ia sedang sibuk. Leda membayangkan saat ia muncul di depan apartemennya nanti, Juri pasti akan sangat kaget.
Dengan langkah pasti, Leda menuju ke apartemen Juri. Sambil sedikit bersembunyi, ia melihat ada seseorang berdiri di depan apartemen Juri. Ia baru saja akan mengagetkan Juri tapi ternyata ia melihat Juri sedang bersama dengan seseorang. Juri sepertinya menciumnya. Leda hanya berdiri dengan pandangan tidak percaya. Ia tidak peduli dengan rencananya sebelumnya. Juri. Bermesraan dengan orang lain. Ini tidak ada dalam rencananya sebelumnya.
Merasa ada yang memperhatikan, Juri segera menjauh dari orang di hadapannya dan melihat Leda berdiri tidak jauh dari mereka.
"Leda-yan?", Juri tampak kaget melihat kehadiran Leda disana.
Tapi Leda segera membalikkan badannya dan meninggalkan tempat itu. Ia tidak peduli dengan panggilan Juri padanya. Ia merasa sangat kecewa. Ia selalu beranggapan bahwa Juri memiliki perasaan yang sama dengannya. Namun sepertinya Juri bersikap seperti itu pada semua orang. Harusnya ia bisa tahu hal itu sebelumnya. Sayangnya ia sudah terlanjur mencintai Juri.

Beberapa hari setelahnya

'I'm always love you'
Leda menuliskan kata-kata itu di atas kertas yang seharusnya menjadi lirik lagu terbaru mereka. Sejak saat itu, ia berusaha bersikap biasa pada Juri. Mereka masih latihan bersama. Leda menatap ke arah Juri yang baru saja selesai bercanda dengan Sujk.
"Wah, liriknya romantis sekali," komentar Juri setelah Leda memberikan kertas lirik itu padanya.
"Apa kau sedang jatuh cinta?", tanya Juri.
Leda tersenyum. 'Ya, dan aku jatuh cinta padamu', Leda ingin sekali mengatakan hal itu pada Juri, tapi ia justru mengatakan "tidak juga. Aku hanya ingin menulis itu saja"
"I'm always love you", Juri membaca kata-kata yang ditulis oleh Leda dan hal itu nyaris membuat Leda menahan nafasnya. Jantungnya berdebar kencang. Tapi ia langsung menyadari kesalahannya. 'Bodoh, dia hanya sedang membaca kata-kata yang aku tulis.'
"I'm always love you," Juri mengucapkan kata-kata itu lagi, sambil menatap ke arah Leda dengan raut wajah serius.
"Ayo kita latihan" ajak Leda, berusaha menutupi rona merah yang hampir menghiasi wajahnya ketika Juri mengucapkan kata-kata itu. Ia segera mengambil Cygnus yang ia letakkan di samping kursinya. Dalam hati, ia merasa senang Juri mengucapkan kata-kata itu meskipun itu hanyalah kata-kata yang ada dalam lirik lagu yang ia buat.
Juri sendiri hanya tersenyum. Ia tahu wajah Leda sempat memerah saat ia mengucapkan kata-kata itu. Mungkin ia akan mencoba untuk mengatakan kata-kata itu lagi nanti. Kali ini ia akan mengatakannya sambil membisikkannya di telinga Leda.
"I'm always love you"
###

[7. My devil in the bed - The GazettE]

Senpai yang sangat ia hormati. Idola yang selalu ia kagumi Itulah pandangan Ruki terhadapnya selama ini. Dan sekarang ia sedang bersama dengan idolanya itu. Dalam satu kamar hotel.
"Tidak usah terlalu tegang begitu, Ruki-kun," Kiyoharu menepuk pundak Ruki. "Santai sajalah,"
Ruki mencoba tersenyum. Ia memang terlihat tegang, tapi ia berusaha untuk menjadi lebih tenang lagi.
Ya, tenang. Tapi bagaimana ia bisa tenang ketika ia melihat senpai yang ia kagumi ini berbaring di atas tempat tidur dengan hanya mengenakan sebuah jubah tidur tanpa mengenakan apa-apa lagi. Ruki sama sekali tidak mengerti kenapa ia berada di kamar ini. Ia pasti terlalu mabuk semalam hingga ia salah masuk ke kamar Kiyoharu. Kemudian ia terbangun di samping Kiyoharu. Tentu saja ia sangat kaget melihatnya.
Kiyoharu tertawa kecil. Ia lalu meraih Ruki ke dalam pelukannya dan mencium pundaknya.
"Kiyoharu-san," Ruki memejamkan matanya tapi ia berusaha keras untuk tidak membalas ciuman Kiyoharu. Kiyoharu adalah senpainya. Lagipula Reita pasti akan marah bila mengetahui ia sedang bersama Kiyoharu sekarang.
Namun Kiyoharu mendapat julukan devil bukan tanpa alasan. Ia berhasil membuat Ruki membalas ciumannya. Ruki terhanyut dalam kehangatan yang diberikan oleh Kiyoharu sampai sebuah ketukan di pintu membuatnya tersadar. Ia segera menjauh dan bangun dari tempat tidur.
"Aku harus pergi," ujar Ruki. Ia mengambil kemejanya yang tergeletak di lantai dan langsung mengenakannya.
Kiyoharu tersenyum. "Baiklah, terima kasih untuk semalam"
Ruki menoleh sekali lagi ke arah Kiyoharu. Mungkin mulai sekarang pandangannya terhadap Kiyoharu akan berubah. Bukan hanya sekedar idola atau senpai. Tapi devil in the bed.
###

[8. NO SALVATION - Deluhi]

Leda hanya menatap ke laki-laki di hadapannya yang sedang mengejang, menunggu kematian menjemputnya. Ia tidak melakukan apa-apa untuk menolong laki-laki itu. Ia hanya diam menatapnya dengan pandangan dingin. Manusia adalah mangsanya. Tidak ada alasan baginya untuk menolong manusia.
"Sudah tidak ada lagi yang bisa kita lakukan disini," Sujk menendang tubuh seorang manusia yang tergeletak mati di hadapannya.
Leda hanya menganggukkan kepalanya. Semua orang di desa ini telah mati. Tidak ada yang tersisa.
Aggy bersiap membakar rumah-rumah penduduk di desa itu. Tak lama kemudian api mulai menyala dan melahap semua yang ada di desa itu.
Leda masih menatap semua pemandangan itu tanpa ekspresi. Sebelumnya, ia bertemu dengan seorang anak kecil di desa ini. Anak itu melihatnya membunuh seorang laki-laki. Tapi anak itu tidak terlihat takut dengannya.
"Kenapa kau mau membunuh kami?", tanya anak itu.
Leda awalnya tidak menjawabnya. Tapi anak itu kembali menanyakannya. Sampai akhirnya Leda menjawabnya dengan mengatakan kalau memang sudah menjadi nasib bagi manusia seperti anak itu untuk menjadi buruan mereka.
"Kalau begitu kenapa kau tidak mencoba melakukan hal lain? Kami tidak pernah mengganggu kalian, kenapa kalian membunuh kami?", anak itu bertanya dengan polosnya.
Leda terdiam. Kata-kata itu terus terngiang dalam kepalanya.
"Leda-yan, ayo pergi," ajak Juri.
"Juri-kun, apa mungkin...... Apa mungkin kita tidak seharusnya membunuh manusia?", tanya Leda tanpa beranjak dari posisinya. Hanya menatap ke api yang membakar desa itu.
"Apa yang kau katakan? Lalu kalau kita tidak membunuh manusia, apa yang harusnya kita lakukan?", tanya Juri.
Leda masih belum mampu menemukan jawaban dari pertanyaan itu. Namun ia mulai merasa kurang tertarik untuk membantai manusia lagi. Yah, mungkin ia masih sesekali melakukannya, untuk mengambil darahnya. Tapi sejak saat itu, ia mulai berpikir tentang apa yang seharusnya ia lakukan. Karena anak kecil itu telah mengubah jalan pikirannya.
###

[9. Rainy day - Ayumi Hamasaki]

Ryutaro baru saja selesai melakukan sebuah interview dengan majalah yang membahas tentang band visual kei. Ia sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya ketika hujan turun dengan derasnya. Ia lupa membawa payungnya karena ia sama sekali tidak menyangka kalau hujan akan turun hari ini.
Ia berteduh di emperan toko yang sudah tutup. Angin kencang mulai bertiup di daerah tempat ia berada sekarang. Untung saja Ryutaro sudah mengenakan jaketnya, namun tetap saja jaket itu masih kurang bisa menahan rasa dingin yang telah menyerangnya.
Tidak banyak orang yang berlalu-lalang di jalan ini. Kebanyakan pertokoan disini juga sudah tutup.
Ryutaro mengeluarkan handphonenya, tapi baterenya ternyata lemah. Ia tidak bisa menghubungi siapapun. Ia ingat ia seharusnya bertemu dengan Kiyoharu setelah ini.
Tapi hujan masih turun dengan derasnya, dan angin kencang masih melanda kawasan itu. Tidak mungkin ia nekat menerjang hujan dan angin seperti ini.
Kepala Ryutaro mulai terasa pusing. Ia merasakan kalau suhu tubuhnya mulai meningkat. Pasti sakitnya kembali kambuh. Ia membuka tasnya dan tidak menemukan obatnya disana. Mungkin ia tidak sengaja meninggalkan obatnya di rumah.
Ryutaro akhirnya terduduk di emperan toko itu. Kepalanya terasa sangat pusing. Ia berharap Kiyoharu tidak akan marah padanya karena ia terlambat datang. Agak aneh sebenarnya karena disaat seperti ini ia masih bisa memikirkan tentang Kiyoharu.
Kiyoharu telah membuka pintu hatinya yang selama ini ia tutup rapat-rapat. Tanpa sadar, Ryutaro tersenyum ketika ia ingat tentang pertemuan pertama dirinya dengan Kiyoharu. Ia harus berterima kasih pada Tadashi, karena tanpa Tadashi, ia tidak mungkin akan menjalin hubungan dengan Kiyoharu seperti ini.
Ryutaro memeluk lututnya. Mungkin seandainya ini saat terakhir hidupnya, ia tidak akan keberatan, karena ia sudah bertemu dengan orang yang ia sayangi. Ia juga sudah menjalani kehidupan yang menyenangkan. Ryutaro menundukkan kepalanya.
"Ryu-chan," panggil seseorang. Ryutaro kembali menegakkan kepalanya. Ia melihat seseorang berdiri di hadapannya.
"Ryu-chan," suara orang di hadapannya itu sangat familiar di telinganya. "Akhirnya aku menemukanmu,"
Kiyoharu. Ryutaro perlahan mencoba berdiri. Kiyoharu segera membantunya. "Badanmu panas sekali, kau tidak apa-apa?", tanya Kiyoharu dengan khawatir.
Ryutaro segera memeluk Kiyoharu. Entah kenapa ia merasa seperti ingin menangis.
"Ryu-chan? Kau sakit ya?", tanya Kiyoharu lagi.
"Aku senang bisa bertemu denganmu, Kiyoharu-san," ujar Ryutaro dengan nada pelan.
"Ya, aku juga," Kiyoharu memeluk Ryutaro. "Ayo kita pulang, kau harus istirahat," ajak Kiyoharu.
Ryutaro menurutinya. Kiyoharu merangkul bahunya, melindunginya dari hujan, meskipun ia sudah membawa payung. Ryutaro menyandarkan kepalanya di bahu Kiyoharu. Udara masih terasa dingin, tapi setidaknya, ia sudah merasa hangat karena ada Kiyoharu di sampingnya.
###

[10. LOVELESS - LUNA SEA]

J sedang menemani Sugizo yang sedang melakukan tugasnya memilih objek pemotretan yang bagus untuk tugas desainnya.
Sugizo mengajaknya menuju ke pinggiran sungai. J hanya menurutinya karena ia sendiri juga sedang tidak ada kerjaan.
Sugizo tampak mencari objek yang bisa ia foto menggunakan kameranya sementara J hanya duduk sambil merokok. Mendadak mata J tertuju pada sesosok pria muda, sepertinya seumuran dengannya. Ia berjalan masuk ke aliran sungai. Matanya menunjukkan rasa kagum pada aliran sungai di hadapannya. Ia terus berjalan masuk ke tengah aliran sungai. J sempat melihat pria muda itu sepertinya tersenyum seolah ia sedang menemukan sebuah permainan yang menyenangkan di aliran sungai itu.
Tapi suatu kekhawatiran muncul di benak J karena ia tahu, sungai itu cukup dalam. Benar saja, pria muda itu mendadak terjatuh. Seketika J membuang rokoknya dan berlari ke arah pria muda itu untuk menolongnya. Ia menarik tubuh pria muda itu ke pinggiran sungai meskipun pria muda itu sempat kaget dan meronta-ronta.
"Jangan pergi ke tengah sana, disana itu dalam!", ujar J begitu mereka sampai di pinggir sungai.
"J-kun, ada apa?", Sugizo segera menghampiri mereka.
Pria muda itu bergantian menatap J dan Sugizo lalu kembali menatap ke arah J. Baju dan rambut J basah karena menolong pria muda itu. Saat itu J baru menyadari sesuatu tentang pria muda di hadapannya ini. Wajahnya begitu manis. Namun ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya terlihat rapuh.
"Kau tidak apa-apa?", Sugizo bertanya pada pria muda itu. Namun pria muda itu tidak menjawabnya. Ia hanya menundukkan kepalanya.
"Ino!" Seorang pria lain memanggilnya. "Sudah kuduga kau pasti sedang disini," pria itu menghampiri pria muda yang tadi ditolong J.
"Tadi dia hampir saja hanyut terbawa arus sungai yang dalam," jelas J.
"Ah, terima kasih telah menolongnya," pria itu tampak lega. "Dia memang suka sekali kesini. Tapi baru sekali ini ia berjalan sampai ke tengah,"
"Apa dia tidak bisa berbicara?", tanya Sugizo yang menyadari kalau pria muda itu sama sekali tidak berbicara sepatah kata pun dari tadi.
"Bisa. Tapi dia memilih untuk tidak bicara," jawab pria yang mendampinginya.
Belakangan J baru mengetahui nama pria itu adalah Kawamura Ryuichi. Ia bertanggung jawab mengurusi pasien sebuah klinik kejiwaan yang terletak di dekat sungai itu. Pria muda itu adalah salah satu pasiennya. Namanya adalah Inoran.
Setelah kejadian itu, Sugizo jadi makin dekat dengan Ryuichi dan sering mengajak J ikut dengannya mengunjungi Ryuichi. J terkadang berpikir kalau jangan-jangan nanti Sugizo akan mengatakan kalau ia terkena gangguan kejiwaan supaya ia bisa dekat dengan Ryuichi.
Satu hal yang membuat J mau saja mengikuti Sugizo mengunjungi Ryuichi adalah karena ia bisa bertemu dengan Inoran disana. Entah kenapa, ia merasa Inoran jauh lebih menarik daripada Ryuichi. Meskipun kalau mereka kesana, Inoran hanya akan memandangi mereka sambil diam di pojokan. Matanya tak pernah lepas mengamati Sugizo dan J. Terkadang hal itu membuat J jadi sedikit tidak nyaman, namun entah sejak kapan, ia jadi merasa terbiasa dengan tatapan Inoran pada dirinya.
Hari itu, J baru saja pulang dari pekerjaannya ketika ia melihat sesosok orang sedang duduk di depan pintu rumahnya. Orang itu adalah Inoran.
"Hey, kenapa kau bisa ada disini?", tanya J yang heran dan kaget. Untung saja saat ini ia hanya tinggal sendiri.
Inoran tidak menjawabnya. Ia hanya menundukkan kepalanya. J akhirnya mengajaknya masuk karena cuaca di luar mulai dingin. Ia menyuruh Inoran untuk duduk di sofa sementara ia mengambil sekaleng bir dari kulkasnya.
Inoran kembali menatapnya. Ia akhirnya bangun lalu menuju ke kulkas dan mengambil sekaleng bir juga.
Cara Inoran selalu mengikuti apapun yang ia lakukan membuat J jadi tertarik padanya. Oke, J tahu ia seharusnya tidak boleh tertarik pada Inoran. Biar bagaimanapun Inoran tidak normal. Ia menderita kelainan jiwa. Tapi J tidak peduli.
Inoran kembali memperhatikannya saat ia sibuk bermain bass. Begitu ia berhenti sebentar untuk mengambil minum, ia melihat Inoran sudah duduk di posisinya sebelumnya dan memainkan bassnya. J sebelumnya tidak pernah membiarkan orang lain menyentuh bassnya, tapi kali ini ia hanya terdiam. Inoran memainkan bassnya persis sama seperti yang biasa ia mainkan.
"Inoran bisa dengan mudah meniru apapun yang ia lihat," Ryuichi menjelaskan ketika J akhirnya mengantarkan Inoran kembali ke klinik. "Karena itu ia tidak pernah aku biarkan keluar sendirian. Ia bisa saja meniru seorang pembunuh atau apapun yang menarik perhatiannya," lanjut Ryuichi.
Inoran hanya menatap J dengan pandangan sedih saat J harus meninggalkannya di klinik.
Saat itu J berpikir kalau ia akan jarang bertemu dengan Inoran lagi. Entah kenapa rasanya sedikit sepi. Ia selalu teringat dengan Inoran yang selalu memperhatikannya dan terkadang menirukan semua yang ia lakukan. Termasuk merokok, minum, bahkan cara berjalannya. Inoran seperti seorang anak kecil yang baru saja belajar bagaimana caranya makan, minum dan berjalan.
Kemudian hari itu, J kembali menemukan Inoran duduk di depan rumahnya. "Hei, kenapa kau kabur lagi?", tanya J.
Inoran hanya menatapnya.
"Mereka akan membuatmu sembuh disana, kalau kau kabur terus, kau tidak akan sembuh," jelas J.
"Ayo kita kembali," ajak J, tapi Inoran langsung terlihat kesal dan marah. Ia segera menepis tangan J.
"Ino...."
Inoran menggelengkan kepalanya.
J terdiam, "baiklah, kau boleh tinggal disini,"
Inoran akhirnya kembali tenang. Ia mengikuti J masuk ke dalam. Setelah makan malam dan berganti baju, J akhirnya membiarkan Inoran beristirahat di kamarnya. Dan ini merupakan salah satu langkah berbahaya yang dilakukan oleh J. Karena mendadak Inoran menarik tangannya ketika ia akan meninggalkan Inoran. Inoran memegangi tangannya. Ia tidak mau melepaskan pegangan tangannya. Wajahnya menyiratkan ekspresi kalau ia tidak ingin J meninggalkannya.
J menatap ke arah Inoran. Bagaimana mungkin orang semanis ini menderita kelainan jiwa? J selalu memikirkan tentang hal itu. Apa yang sebelumnya dialami oleh Inoran hingga ia jadi seperti ini? Seandainya ada orang yang membully-nya atau menyiksanya hingga Inoran jadi seperti ini, J pasti akan membalas orang itu. Tanpa sadar J membelai lembut wajah Inoran. Pikiran warasnya selalu mengatakan 'ingat Jun Onose, dia adalah pasien dengan gangguan kejiwaan' namun hatinya merasakan hal yang berbeda. Ia sangat menyukai Inoran. J mendekatkan wajahnya dan mulai mencium bibir Inoran. Inoran tidak memberikan reaksi apapun, ia hanya terdiam dan terlihat kaget.
"Inoran, bicaralah padaku," J memegang wajah Inoran lagi.
Inoran masih menatap J. Ia tidak berkata apa-apa.
"Bicaralah, jangan takut. Aku tidak akan pernah menyakitimu," bujuk J.
Mulut Inoran sedikit membuka. Kemudian sebuah suara keluar dari mulutnya. Sebuah nama. "Jun..... Jun......,"
J terdiam, tapi kemudian tersenyum. "Akhirnya kau mau bicara lagi,"
Inoran juga tersenyum. Dan J berani berkata bahwa ia sangat menyukai senyuman Inoran itu. Sama sekali tidak ada yang tidak normal dari senyuman yang sekarang mengembang di wajah Inoran.
"Aku menyukaimu," J menyatakan perasaannya.
"Suka?", tanya Inoran dengan ekspresi heran.
"Ya, suka," J kembali tersenyum. Ia tahu Inoran pasti tidak akan mengerti tentang perasaannya. Tapi itu tidak masalah. Setidaknya, Inoran sekarang bisa meniru gaya ciumannya yang begitu menggairahkan.
Lalu soal mengembalikan Inoran kembali ke klinik Ryuichi sekarang sudah menjadi prioritas terakhirnya.

[OWARI]

No comments:

Post a Comment