Monday, October 7, 2013

FANFIC: ROMANCE OF SCARLET PART 1 (INDONESIAN)

Author: Kageri Ai Mori
Genre: Romance,Yaoi,AU,Angst
Rate: M
Pair: Shin (Kuroyume) x Kiyoharu

Yuri no Hanataba (the bouquet of lilies)
"Meeting you was fate, becoming your friend was a choice, but falling in love with you was beyond my control." 

Kiyoharu Mori kembali menatap ke sosok dirinya di depan cermin. Ia harus memastikan penampilannya sudah benar-benar bagus kali ini. Ia merapikan rambutnya sekali lagi. Memulas bedak tipis di wajahnya. Kemudian merapikan tuksedo yang ia kenakan. Kali ini semuanya sudah benar-benar sempurna. Saatnya untuk menemui orang-orang.
”Mori, sebentar lagi kita buka, kau sudah siap?” tanya seorang pria.
”Siap,” jawab Kiyoharu. Ia kemudian mengikuti pria itu. Di ruangan yang lebih luas ini, sejumlah pria yang juga mengenakan tuksedo seperti dirinya sudah berkumpul semua dan sedang menunggunya. Ia bergabung bersama mereka, mendengarkan pengarahan dari pria yang tadi memanggilnya. Selesai mendengarkan pengarahan dan mengucapkan kata-kata penyemangat bersama-sama, pekerjaan ini pun dimulai.
Kiyoharu duduk di barisan meja bar sambil menyalakan rokoknya. Tak lama kemudian, ia mendengar namanya dipanggil. ”Mori, ada tamu untukmu,”
Kiyoharu menoleh kemudian melangkah pergi. Entah kenapa, sebenarnya hari ini ia merasa sedikit kurang bersemangat, tapi ia tidak boleh menunjukkan hal itu. Sambil membuang asap rokok dari mulutnya dan mematikan rokoknya, ia berusaha menampilkan senyumannya senatural mungkin.
”Selamat malam, apa yang bisa kubantu untuk kalian malam ini?” sapanya dengan ramah pada 2 orang wanita di hadapannya. Wanita itu tampak memperhatikannya dari atas ke bawah dan begitu terpesona melihatnya.
”Ayo, kita ke dalam,” ajak Kiyoharu pada wanita-wanita itu sambil tersenyum. Ya, ini lah pekerjaannya saat ini. Menjadi seorang host di sebuah host club ternama di Tokyo. Menemani wanita-wanita yang kesepian, mengajak mereka berbicara, menyenangkan hati mereka, itulah tugas dari Kiyoharu. Hal yang sebenarnya sangat mudah baginya, apalagi hal itu didukung oleh wajahnya yang rupawan. Tak heran bila ia bisa menjadi host no.1 di klub ini. Namun tidak ada yang tahu bahwa ia masih memiliki pekerjaan lain di luar menjadi host.
***
Malam mulai larut. Tidak banyak tamu yang datang lagi. Kiyoharu menyelesaikan pekerjaannya di host club dan segera menuju ke tempat lain. Ke sebuah gay bar. Inilah pekerjaannya yang satu lagi. Menghibur para lelaki yang menyukai sesama jenisnya. Tidak jarang ada beberapa wanita yang juga datang kesini. Kebanyakan pasti mengajak salah satu penari atau pun penghibur disini untuk tidur dengan mereka. Kiyoharu juga termasuk salah satu yang paling banyak diincar oleh para wanita disini.
Malam ini pun bukan pengecualian baginya. Begitu sang wanita tertarik dengannya, ia pun segera melakukan aksinya untuk lebih memikat wanita tersebut dengan membuka bajunya. Bila sudah seperti itu, biasanya para wanita tidak akan segan-segan untuk membayar mahal demi mendapatkan semalam bersamanya. Tentu saja hal inilah yang diinginkan oleh Kiyoharu. Ia sudah jauh-jauh meninggalkan Nagoya untuk bisa sampai ke Tokyo dan mendapatkan uang banyak di Tokyo. Meskipun harus menjalani pekerjaan seperti ini, ia tidak keberatan.
Kiyoharu duduk di atas tempat tidur love hotel tempat ia membawa seorang wanita untuk bersenang-senang dengannya. Sepertinya hari sudah mulai menjelang pagi. Wanita yang bersamanya semalam sepertinya sudah pergi lebih dulu dan meninggalkan sebuah amplop berisi uang di meja di samping tempat tidurnya. Kiyoharu membuka amplop berisi uang itu dan menghitung jumlahnya. Wanita semalam pasti orang kaya. Karenanya tidak heran bila jumlah uang di dalam amplop itu mencapai ratusan ribu yen. Kiyoharu menyimpan uang itu di dalam tas kecil yang ia bawa kemudian menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selanjutnya ia harus segera pulang menuju ke apartemennya untuk beristirahat.
***
Kiyoharu mengendarai mobil Mercy terbarunya ke sebuah supermarket. Ia teringat kalau stok makanan di apartemennya sudah mulai menipis, jadi ia memutuskan untuk berbelanja terlebih dulu sebelum pulang. Kiyoharu turun dari mobilnya dan segera masuk ke dalam supermarket untuk memulai belanjanya. Setelah selesai berbelanja tiba-tiba saja ia melihat ke sebuah toko alat musik yang terletak di area supermarket itu. Sebuah gitar elektrik dipajang di etalase tokonya. Kiyoharu menatap gitar elektrik itu. Sudah lama sekali ia tidak memainkan gitar lagi. Selagi Kiyoharu berdiri disitu, seseorang tiba-tiba memanggilnya.
”Kiyoharu, kau Mori Kiyoharu kan?” panggil orang itu.
Sontak Kiyoharu menoleh dan melihat seorang pria berdiri di dekatnya. Untuk beberapa saat ia masih bingung dengan siapa orang yang memanggilnya itu, tapi ia teringat dengan suaranya.
”Kau tidak ingat aku?” tanya pria itu lagi.
”Shin...kun?” tebak Kiyoharu.
”Ah, syukurlah kau masih ingat denganku,” pria itu tersenyum.
Kiyoharu masih tampak sedikit kaget dan heran kenapa pria bernama Shin itu bisa ada di hadapannya sekarang.
”Kau sedang apa disini?” tanya Shin.
”Hah? Ah.. Aku sedang berbelanja,” jawab Kiyoharu, berusaha untuk tetap bersikap tenang. Entah kenapa jantungnya berdebar kencang melihat sosok Shin di hadapannya. Shin yang bernama lengkap Shin Suzuki ini adalah teman dekat Kiyoharu sewaktu di Nagoya, mereka pernah masuk di sekolah yang sama dan juga mendirikan band bersama. Namun Shin memilih untuk pergi dan meninggalkan Kiyoharu setelah mereka bertengkar karena tidak cocok dengan konsep bandnya. Kiyoharu sendiri merasa sedikit menyesal karena telah membiarkan Shin pergi. Karena Shin juga membawa pergi semua perasaannya. Ya, Kiyoharu mengakui kalau ia merasakan sesuatu yang berbeda dengan Shin. Ia menyukai Shin.
”Bagaimana kabarmu sekarang? Sudah lama sekali kita tidak pernah bertemu,” sapa Shin dengan ramah.
Suaranya masih tidak berubah. Masih sama seperti Shin yang dulu pernah dikenal oleh Kiyoharu. Tatapan matanya juga tidak berubah. Mendadak Kiyoharu merasakan perasaan aneh.
”Aku baik-baik saja. Aku hanya sibuk bekerja saja,” jawab Kiyoharu, kembali mengalihkan pandangannya pada gitar yang dipajang di depan toko musik itu.
”Sekarang kau bekerja dimana?” tanya Shin.
”Di suatu tempat. Kau sendiri kenapa ada disini?” Kiyoharu masih tidak menatap ke arah Shin.
”Kebetulan saja aku baru saja membetulkan gitarku. Besok malam aku ada acara di salah satu klub disini. Kau mau datang?”
Kiyoharu dapat merasakan tatapan Shin yang begitu lekat ke arahnya. Mau tidak mau ia akhirnya menatap ke arah Shin. Ia tahu ia ada pekerjaan setiap malam, dan ia sedang berusaha untuk mencari alasan untuk menolak Shin. Tapi entah kenapa yang keluar dari mulutnya justru ”Baiklah, kalau aku sempat, aku pasti datang,”
”Ah iya, bagaimana kalau kita makan siang sebentar? Ada banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu,” ajak Shin.
Kiyoharu tertegun. Ia harus menyiapkan dirinya untuk pekerjaannya nanti malam. Bila ia menuruti ajakan Shin, ia pasti kehilangan waktunya untuk beristirahat.
”Kau tidak mau?” tanya Shin yang melihat Kiyoharu hanya terdiam.
”Aku harus kerja di malam hari, jadi.... mungkin aku tidak bisa.....,”
”Kalau begitu boleh aku ke tempatmu?” tanya Shin lagi.
”Sekarang?” tanya Kiyoharu menatap Shin dengan sedikit heran. Padahal ia telah menolak Shin tadi.
”Ya, bagaimana?” tanya Shin lagi.
Lagi-lagi pikiran dan perkataan Kiyoharu tidak sejalan. Ia justru menyanggupi permintaan Shin, meskipun ia harusnya menolaknya.
Kiyoharu berjalan bersama Shin menuju ke tempat parkir. Sesampainya di tempat Kiyoharu memarkir mobilnya, Shin tampak agak kaget melihat mobil Kiyoharu yang mewah. Kiyoharu hanya menjelaskan bahwa ia bisa membeli mobil ini berkat hasil kerja kerasnya.
***
"Having your hand in mine; every move of your palm, every squeeze of your hand, and every brush of your fingers... I feel EVERYTHING."

Flashback
Kiyoharu Mori menuju ke atap sekolah sambil membawa sebuah buku kecil dan pulpen. Ia memilih untuk bolos pelajaran kali ini, karena ia merasa bosan terus-terusan berada di dalam kelas. Ia merasa lebih bebas berada disini, menuangkan semua yang ada di dalam pikirannya ke sebuah tulisan. Selagi ia sedang asyik menulis, seseorang datang ke atap sekolah dan menegurnya. ”Kiyoharu,”
Kiyoharu menoleh dan melihat seseorang datang menghampirinya. Shin Suzuki, salah satu teman sekelasnya. Shin sepertinya juga ikut bolos pelajaran kali ini.
”Kau bolos lagi ya,” tebak Shin.
”Kau sendiri juga sama,” balas Kiyoharu.
Shin hanya tertawa. ”Disini menyenangkan ya, kita bisa melihat langit biru itu dengan bebas, tanpa ada murid lain yang mengganggu,” Shin duduk di samping Kiyoharu.
”Kau juga bisa melakukannya di pinggiran sungai, tidak harus disini,” komentar Kiyoharu.
”Kau itu sinis sekali padaku,” Shin tersenyum sambil menatap Kiyoharu.
”Aku tidak sinis. Hanya mengatakan kenyataan,” Kiyoharu menutup buku yang ia bawa. Kedatangan Shin mengganggu konsentrasinya dalam menulis.
”Jangan lupa nanti malam kita masih harus latihan band,” Shin membaringkan tubuhnya.
”Aku ingat kok,” Kiyoharu masih duduk di samping Shin, sesekali ia melirik ke arah Shin yang sekarang berbaring di sampingnya. Shin tergabung dalam band yang sama dengannya dan kemampuannya memainkan gitar sangat bagus, Kiyoharu sampai terkagum-kagum dibuatnya. Sejak bergabung dalam satu band itulah, Kiyoharu menjadi dekat dengan Shin. Sebelumnya ia hanya mempunyai sedikit teman. Tapi di antara teman bandnya yang lain, hanya Shin yang paling dekat dengannya. Shin tidak segan untuk menjemputnya ataupun mengantarnya pulang setelah latihan band. Ia juga membantu Kiyoharu dalam menciptakan lagu untuk band mereka.
Shin memejamkan matanya. Kiyoharu masih terdiam di sampingnya. Tidak ada yang tahu bahwa pelan-pelan semua perhatian yang diberikan oleh Shin berhasil meluluhkan kebekuan hati Kiyoharu yang selalu berpikir bahwa ia tidak punya waktu untuk menyukai orang lain. Hanya ada satu hal yang mengganjal dalam pikiran Kiyoharu, yaitu kenyataan bahwa ia adalah laki-laki yang menyukai sesama laki-laki. Shin pasti akan menganggapnya orang yang aneh. Shin pasti tidak akan mau lagi berada di dekatnya. Kiyoharu sudah berusaha untuk menjaga jarak dengan Shin, tapi setiap ia berusaha menghindari Shin, Shin justru mendekatinya.
Kiyoharu kembali menatap wajah Shin. Pelan-pelan ia menundukkan kepalanya, mendekatkan wajahnya ke wajah Shin. Tapi kemudian ia kembali menjauhkan kepalanya. Ia tidak berani. Ia tidak ingin hubungannya dengan Shin terganggu. Tanpa disadari oleh Kiyoharu, Shin mendadak menggenggam tangan Kiyoharu. Kiyoharu agak kaget tapi Shin masih memejamkan matanya. Kiyoharu kembali terdiam. Ia tidak ingin salah paham dengan tindakan Shin barusan. Baginya, perasaannya terhadap Shin hanya menjadi rahasianya sendiri saja. Tidak ada yang boleh mengetahuinya.
***
Kiyoharu terpaksa masih memakai makeupnya setelah bandnya perform. Ia tidak ingin dilaporkan ke guru karena masih berada di luar saat tengah malam begini. Bila ada yang melaporkan bahwa ia berada di klub malam saat ini, ia pasti akan kena masalah karena peraturan sekolahnya melarang murid-murid untuk berkeliaran di malam hari dan juga memiliki pekerjaan part-time. Shin segera bersiap-siap untuk pulang. ”Perform yang bagus,” puji Shin saat menghampiri Kiyoharu yang segera memakai tasnya setelah mengganti bajunya.
”Terima kasih, kau juga sama bagusnya,” Kiyoharu tersenyum. Seperti biasanya, Shin mengantarkan Kiyoharu pulang ketika masing-masing anggota band Kiyoharu yang lain berpisah dan pulang menuju ke rumahnya masing-masing.
”Sebentar lagi kita lulus. Kau sudah menetapkan mau melanjutkan kemana?” tanya Shin saat mereka berjalan pulang.
”Belum. Mungkin aku akan kuliah di Tokyo, meneruskan jejak ayahku menjadi arsitek,” jawab Kiyoharu.
”Sepertinya itu ide yang bagus,”
”Ya, tapi itu artinya aku harus berhenti bermain musik,” Kiyoharu terlihat sedikit tidak bersemangat.
”Kalau begitu, aku akan menyusulmu ke Tokyo, kita buat band baru lagi disana,” usul Shin.
”Kau tidak perlu repot-repot begitu,” Kiyoharu menatap ke arah jalan. Suasana di daerah itu mulai sepi. Wajar bila Shin bersikeras ingin mengantarnya, karena daerah ini begitu sepi bila larut malam seperti ini dan sangat memungkinkan terjadi kejahatan seperti penodongan dan perampokan.
Untuk beberapa saat mereka berdua hanya terdiam. Mendadak Shin melihat salah satu guru sekolah mereka di depan mereka. Guru itu terlihat baru saja keluar dari salah satu bar. Guru sekolah itu termasuk salah satu guru yang tidak akan segan-segan menghukum murid-murid yang melanggar peraturan, Kiyoharu yang terkadang suka membolos pelajaran pun tidak pernah luput dari tegurannya.
”Bisa gawat kalau kita ketahuan oleh dia,” komentar Kiyoharu. Shin menatap ke arah Kiyoharu lalu melepas ikatan rambut pada rambut palsu berwarna pirang panjang yang dikenakan oleh Kiyoharu.
”Eh? Apa yang mau kau lakukan?” Kiyoharu terlihat heran.
”Kalau begini dia tidak akan mengenalimu,” jawab Shin sambil menarik Kiyoharu ke dalam pelukannya, tepat ketika guru itu lewat. Guru itu sempat melihat ke arah mereka sebentar tapi kemudian guru tersebut hanya melewati mereka tanpa berkata apa-apa.
”Sepertinya kita sudah aman, Shin-kun,”  ujar Kiyoharu yang bisa melihat guru tersebut sudah pergi, tapi Shin belum melepaskan pelukannya. Kiyoharu bisa merasakan nafas Shin yang berada di dekat wajahnya. Shin tidak melepaskan kesempatan untuk mencium bibir Kiyoharu sesaat sebelum ia melepaskan pelukannya. Meskipun hanya sebentar, tapi itu benar-benar hal yang tidak pernah diduga Kiyoharu sebelumnya.
”Mudah-mudahan saja dia tidak mengenali kita besok pagi,” ujar Shin, ia benar-benar bersikap biasa saja setelah kejadian tadi.
”Ah.... i.. iya benar,” Kiyoharu jadi sedikit salah tingkah. Tapi ia tetap berusaha untuk bersikap tenang. Jantungnya berdebar sangat kencang saat ini. Mungkin ciuman tadi hanyalah kebetulan saja. Namun tetap saja, hal itu membuat Kiyoharu merasa senang. Ia merasa bahwa ia masih memiliki sedikit harapan bahwa Shin juga merasakan hal yang sama dengannya. Namun Shin tetap bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa, bahkan ketika mereka bertemu keesokan harinya, Shin tetap tidak menunjukkan perubahan sikap terhadap Kiyoharu. Hanya Kiyoharu yang terkadang jadi merasa gugup setiap kali berada di dekat Shin, menyadari bahwa ia makin menyukai Shin setelah kejadian semalam.
End of Flashback
***
"True love is when you are far away from each other and no one can take your place."

Perasaan itu kembali lagi. Kiyoharu selalu beranggapan bahwa dengan tidak pernah bertemunya dirinya dengan Shin bisa menghilangkan perasaan itu. Tapi ternyata perasaan itu tidak pernah mati. Malahan Kiyoharu merasa bahwa ia makin terbawa suasana oleh perasaan ini. Sudah sejak lama ia ingin bertemu dengan Shin lagi. Masalahnya adalah ia tidak yakin Shin masih memiliki perasaan yang sama seperti dulu. Apalagi dengan pekerjaan Kiyoharu sekarang sebagai seorang penghibur.
Shin sekarang berada di dalam apartemennya. Meskipun Kiyoharu memang mendapatkan uang yang cukup banyak dari pekerjaannya, tapi ia memilih untuk tetap tinggal di sebuah apartemen yang cukup sederhana dan terletak agak jauh dari tempat ia bekerja.
”Aku pikir kau akan tinggal di tempat yang lebih mewah dari ini,” komentar Shin.
”Aku harus menyimpan uangku untuk segala keperluanku disini dan juga untuk keluargaku di Gifu,” jelas Kiyoharu sambil menaruh kunci mobilnya di atas meja kecil.
”Kudengar kau sudah tidak pernah pulang lagi ke Gifu,” Shin menatap Kiyoharu.
”Aku pulang kok, tapi tidak terlalu sering lagi,” ujar Kiyoharu. Ia memang merasa sedikit bersalah pada keluarganya karena harus mengambil pekerjaan seperti ini. Bila ayahnya tahu, ayahnya pasti akan sangat marah. Karena itulah, Kiyoharu memutuskan untuk tidak terlalu sering pulang ke Gifu.
Kiyoharu melihat ke arah Shin yang sedang duduk di atas sofa setelah menaruh tas gitarnya. Ia tidak tahu apa yang membuatnya akhirnya duduk di dekat Shin. Mungkin karena selama ini ia merindukan Shin, merindukan tatapan mata Shin dan semua tentang Shin.
”Boleh aku melihat gitarmu?” tanya Kiyoharu, berusaha untuk tetap terlihat tenang di samping Shin.
”Silakan saja,” Shin membuka tas gitarnya. Sebuah gitar elektrik berwarna biru ada di dalamnya dan ia segera memberikan gitar itu pada Kiyoharu.
”Ini......,” Kiyoharu langsung mengingat gitar ini. Sebelum mereka bertengkar dan akhirnya berpisah, ia ingat ia masih sempat menemani Shin mencari gitar baru karena gitarnya yang lama sudah mulai agak rusak. Gitar biru ini lah yang akhirnya dipilih oleh Kiyoharu. ”Kau masih menyimpannya?” tanya Kiyoharu saat menerima gitar itu.
”Tentu saja,” jelas Shin. ”Gitar ini selalu kurawat dengan baik.”
Kiyoharu sempat tersenyum. Ia mencoba untuk memainkan salah satu lagu mereka dulu. Tapi saat ia selesai bernyanyi dan memainkan lagu itu, ia menyadari tatapan Shin padanya.
”Ada apa? Apa ada yang aneh dengan wajahku?” tanya Kiyoharu heran.
Shin tertawa,”Tidak. Aku hanya merasa rindu dengan suaramu,”
”Hah?” Kiyoharu agak kaget meskipun ia senang dengan perkataan Shin barusan. Shin hanya tersenyum menanggapinya.
”Ah iya, aku tidak bisa menemanimu sampai malam, karena aku harus bekerja,” jelas Kiyoharu sambil mengembalikan gitar tersebut pada Shin.
”Tidak apa-apa, aku juga harus latihan,” Shin langsung memakluminya.
Mereka kemudian melanjutkan pembicaraan mereka tentang bagaimana kehidupan mereka berdua setelah mereka berpisah dulu. Kiyoharu memang masih merahasiakan pekerjaannya. Ia tidak mau Shin menjauh darinya. Tak terasa sore hari pun tiba. Biasanya Kiyoharu sudah mulai bersiap-siap menuju ke host club. Tapi ia tidak mau berpisah dengan Shin.
Shin sendiri justru memilih untuk berpamitan lebih dulu pada Kiyoharu. ”Aku senang bisa bertemu denganmu kembali, Kiyoharu-kun,” Shin kemudian memeluk Kiyoharu. Membuat Kiyoharu sama sekali tidak bisa menolaknya. ”Aku sudah lama sekali ingin bertemu denganmu lagi. Aku sangat merindukanmu,” ujar Shin di dekat telinga Kiyoharu.
”Aku juga,” Kiyoharu memejamkan matanya sesaat. Pelukan Shin terasa begitu hangat. Rasanya berbeda dengan pelukan orang-orang yang selama ini ia layani. Pelukan Shin terasa begitu nyaman. Tanpa sadar tangan Kiyoharu juga memeluk tubuh Shin. Bila saja ia bisa terus berada dalam pelukan Shin seperti ini, ia pasti akan merasa sangat senang. Kiyoharu dapat merasakan pelukan Shin semakin erat padanya.
”Aku selalu memikirkanmu,” Shin sempat mencium kening Kiyoharu. ”Kau tahu, aku menyukaimu,”
Kiyoharu terdiam. Sama sekali tidak menyangka kalau Shin akan mengatakan kata-kata itu yang selama ini ia tunggu-tunggu. Untuk beberapa saat mereka hanya terdiam.
”Boleh aku kesini lagi?” tanya Shin setelah melepaskan pelukannya.
”Boleh saja,” jawab Kiyoharu. ”Tapi malam hari aku harus bekerja,”
”Iya, aku akan meneleponmu kalau aku mau kesini,” Shin akhirnya benar-benar berpamitan pada Kiyoharu dan meninggalkan Kiyoharu.
***

"Late at night when the world is sleeping, I stay up and think of you... Wishing that you are thinking of me too."
Baru kali ini Kiyoharu jadi kurang konsentrasi dalam pekerjaannya. Ia tidak mampu melayani para tamu di host club dengan baik, hingga ada beberapa tamu yang memprotesnya. Kiyoharu hanya bisa meminta maaf pada mereka. Ia juga beralasan bahwa ia sedang tidak enak badan pada manajer host club dan ia diijinkan untuk pulang lebih dulu.
Tentu saja Kiyoharu tidak langsung pulang. Ia menuju ke gay bar tempat ia bekerja. Namun tetap saja semuanya tidak berubah. Kiyoharu sama sekali tidak mengerti kenapa ia jadi tidak berminat untuk melakukan ini semua. Seorang pria separuh baya memanggilnya dan memintanya untuk menemaninya. Kiyoharu masih berusaha tersenyum dan menuruti pria itu. Tapi saat pria itu memeluknya, Kiyoharu justru merasa sedikit risih. Bahkan ketika pria itu mulai menciumnya, Kiyoharu sama sekali tidak menikmatinya. Ia justru membayangkan Shin. Pria itu mulai membuka baju Kiyoharu. Kiyoharu masih terdiam tanpa ekspresi apapun. Ia masih memikirkan soal perkataan Shin. Shin menyukainya. Hanya kata-kata itulah yang ada dalam pikiran Kiyoharu. Ia akhirnya memilih untuk menolak pria itu, tapi pria itu justru semakin memaksanya. Ia sebenarnya tidak punya pilihan lain. Lagipula ia sendiri yang telah terjerumus ke dunia seperti ini.
***
Kiyoharu akhirnya memutuskan untuk tidak datang ke host club malam ini. Meskipun begitu ia tetap saja membutuhkan make-up di wajahnya. Ia memutuskan untuk datang ke livehouse tempat Shin akan bermain bersama bandnya. Mungkin setelah ini orang-orang di host club atau gay bar akan mencarinya, tapi ia tidak peduli. Ia sudah berjanji pada Shin bahwa ia akan datang.
Kiyoharu akhirnya memantapkan langkahnya menuju ke livehouse itu. Entah kenapa suasana ini membuatnya begitu ingin berada di atas stage lagi. Namun bila ia kembali bernyanyi, seseorang pasti akan memberitahu semua orang mengenai pekerjaannya di gay bar. Apalagi bila ia berhasil sukses dengan bandnya, pasti ada saja orang seperti itu yang akan menghancurkan karirnya.
Kiyoharu cukup beruntung bisa mendapatkan posisi di depan stage berkat sebuah tiket yang diberikan oleh Shin untuknya.
Tak lama kemudian pertunjukkan pun dimulai. Kiyoharu mengenali salah satu personil band Shin sebagai Hitoki. Waktu mereka lulus dan sempat melanjutkan band mereka, Hitoki sempat menjadi support bassis untuk mereka. Tapi mata Kiyoharu justru tertuju pada sosok Shin di atas stage. Betapa ia merindukan bisa tampil bersama Shin lagi. Permainan gitar Shin masih belum berubah. Ia masih tetap bermain gitar dengan sangat bagus seperti dulu. Kiyoharu merasa sedikit aneh juga, karena dulu ia terbiasa berada di atas stage itu, menyapa para fans mereka yang waktu itu sudah mulai cukup banyak. Tapi sekarang ia justru melihat Shin di atas stage itu, tanpa dirinya. Saat Kiyoharu masih berada dalam lamunannya sendiri, ia justru melihat Shin berada di hadapannya, mengulurkan tangan padanya. Kiyoharu masih kaget dengan hal itu, apalagi ketika vokalis band yang sedang tampil itu mempersilakan Kiyoharu naik ke atas stage.
Kiyoharu masih terheran-heran dengan kejadian itu. Ia sama sekali tidak memiliki persiapan untuk tampil. ”Shin, kau yakin?” tanya Kiyoharu setengah berbisik pada Shin yang sedang berdiri di dekatnya.
”Tentu saja,” Shin tersenyum. ”Aku sudah menyiapkan lagu yang akan kita bawakan, mudah-mudahan kau masih mengingatnya,” Shin kemudian membisikkan sesuatu di telinga Kiyoharu.
”Lain kali beritahu aku dulu,” ujar Kiyoharu.
”Aku hanya ingin memberi kejutan padamu,” Shin kembali tersenyum.
Mereka akhirnya berhasil tampil dengan sukses dan mendapat sambutan meriah dari penonton yang datang. Shin sama sekali tidak menyadari kalau hal itu justru membuat sedikit perubahan pada diri Kiyoharu. Ia jadi sangat ingin membuat band dengan Shin lagi. Bukankah dulu ia selalu ingin bisa sukses di bidang musik? Kenapa ia sekarang jadi seperti ini?
***
"You'll never understand how much I love you, and I'll never understand why"
”Ya, aku ingin mengundurkan diri,” jelas Kiyoharu ketika ia menyerahkan surat pengunduran dirinya pada manajer host club tempat ia bekerja, beberapa hari setelah ia sukses dengan perform dadakannya di live tempat Shin bermain.
”Kau yakin?” tanya manajer itu.
”Sangat yakin,” tegas Kiyoharu. Ya, ia sudah memantapkan keputusannya kali ini.
Manajer itu terdiam. Bila Kiyoharu keluar, host club ini akan kehilangan salah satu orang andalannya dalam menarik perhatian gadis-gadis. Tapi melihat sorot mata Kiyoharu yang penuh keyakinan seperti itu, rasanya sangat sulit untuk mencegahnya supaya tidak berhenti. Baru kali ini Kiyoharu terlihat begitu tegas dengan pilihannya.
”Maaf kalau aku selama ini merepotkan anda,” kata Kiyoharu kemudian.
”Sepertinya kau sudah benar-benar yakin ya?”
Kiyoharu menganggukkan kepalanya.
”Baiklah,” Manajer itu dengan berat hati akhirnya mengabulkan permintaan Kiyoharu. ”Semoga kau sukses dengan apapun yang kau lakukan setelah ini,”
”Terima kasih,” Kiyoharu membungkukkan badannya sebagai tanda hormat pada manajernya itu.
Ketika Kiyoharu akhirnya kembali menuju ke apartemennya, ia melihat Shin berdiri di depan pintunya.
”Ah, maaf, kupikir kau masih ada di dalam,” ujar Shin saat melihat Kiyoharu.
”Aku baru saja pulang. Ada apa, Shin-kun?” sapa Kiyoharu.
”Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin bertemu denganmu saja,” jawab Shin.
Kiyoharu tersenyum, ”Kau beruntung, aku baru saja mengundurkan diri dari pekerjaanku,” Kiyoharu membuka pintu apartemennya.
”Hah? Kenapa?” tanya Shin sambil mengikuti Kiyoharu masuk.
Kiyoharu terdiam dan menutup pintu apartemennya. Ia lalu menghampiri Shin. ”Terima kasih,”
”Terima kasih untuk apa?” Shin kembali terheran-heran dengan sikap Kiyoharu.
”Karena telah menyadarkanku kalau aku memang benar-benar menyukai musik. Berkat perform waktu itu, aku jadi ingin membuat band lagi denganmu,” jelas Kiyoharu.
”Bagus kalau begitu. Aku sangat ingin bisa bermain bersamamu lagi,” Shin menyambut kata-kata Kiyoharu itu dengan senyumannya.
”Shin-kun, maafkan aku, waktu itu,.......”
”Sudahlah, waktu itu kita sama-sama egois,” Shin langsung memotong perkataan Kiyoharu.
”Aku benar-benar menyesal melakukannya,” Kiyoharu terlihat sedikit menundukkan kepalanya. Shin kemudian memegang wajahnya dan langsung mencium bibirnya, membuat Kiyoharu sedikit kaget dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia dapat merasakan sentuhan bibir Shin dengan jelas. ”Shin-kun,” panggil Kiyoharu saat Shin akhirnya menyudahi ciumannya.
”Jangan pikirkan itu lagi, itu semua sudah masa lalu,” Shin membelai lembut rambut Kiyoharu sambil menatap wajah Kiyoharu. ”Aku sudah memaafkanmu,”
”Terima kasih,” Kiyoharu tersenyum.
”Aku hanya ingin kau menerimaku sekarang,” lanjut Shin. Ia kembali memegang wajah Kiyoharu dan mencium bibirnya. Kali ini Kiyoharu dapat merasakan bahwa ciuman Shin lebih bergairah dari sebelumnya. Kiyoharu pun akhirnya takluk dalam pelukan Shin.
***
Kiyoharu menatap Shin yang berbaring di sampingnya. Meskipun ia sudah berkali-kali tidur dengan orang lain, tapi ia baru sekali ini merasa begitu tenang setelah melakukan hubungan badan. Mungkin karena orang yang melakukannya adalah Shin, dan kali ini ia benar-benar melakukannya atas keinginannya sendiri, bukan semata-mata karena pekerjaan. Ia memang belum mengucapkan perasaannya pada Shin. Ia tidak pernah mengatakan kalau ia mencintai Shin. Tapi Shin pasti sudah mengetahui perasaannya. Shin membuka matanya dan tersenyum melihat Kiyoharu berada di hadapannya.
”Aku sudah menyukaimu sejak kita masih sekolah dulu,” Shin memegang wajah Kiyoharu dan membelainya dengan lembut.
”Kenapa kau tidak bilang dari dulu?” tanya Kiyoharu sambil memegang tangan Shin dan menciumnya.
”Aku pikir kau dulu tidak menyukaiku juga,” jawab Shin. Ia mencium lembut bibir Kiyoharu.
Kiyoharu hanya tersenyum. ”Kapan kau akan kembali ke Nagoya?”
”Entahlah. Aku belum tahu, mungkin minggu depan,” jawab Shin. Ia lalu duduk di atas tempat tidur.
Kiyoharu menatap Shin sesaat, lalu kembali tersenyum, ”Kalau begitu, aku masih bisa tenang,” Kiyoharu bangun lalu memeluk Shin dan mulai mencium lehernya dengan penuh nafsu. Shin mengetahui apa yang diinginkan oleh Kiyoharu. Ia segera membetulkan posisi Kiyoharu yang segera menggerakkan badannya di atas tubuh Shin. Sampai akhirnya Kiyoharu memeluk Shin dengan erat, mengatur nafasnya setelah merasakan puncak kenikmatannya. Shin sendiri juga memeluk Kiyoharu, mencium keningnya dan bibirnya. ”Aku mencintaimu,” bisiknya.
***

"The only thing we never get enough of is love. The only thing we never give enough of is love."
Tidak akan mudah untuk berhenti dari sebuah gay bar yang telah memutuskan untuk menyewa dirinya sebagai penghibur utama disana. Kiyoharu sebenarnya mengetahui hal itu. Tapi ia sudah membulatkan tekadnya untuk berhenti melakukan pekerjaan itu. Tidak peduli walaupun ia harus berhadapan dengan pemilik bar itu. Namun tentu saja, semuanya sama sekali tidak mudah. Setelah bernegosiasi lama, akhirnya pemilik bar sepakat untuk membiarkan Kiyoharu berhenti, tapi ia harus mengganti sejumlah uang pada pemilik bar itu. Kiyoharu menyanggupinya.
Keesokan harinya, ia terpaksa mengambil uang dari tabungannya untuk membayar uang ganti rugi pada pemilik bar. Tadinya ia berpikir untuk meminjam uang milik Shin, tapi ia kemudian mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin melibatkan Shin dalam urusan ini.
Kiyoharu menunggu pemilik bar itu menghitung jumlah uang yang ia bawa. ”Baiklah, kau boleh pergi,” kata pemilik bar itu.
”Terima kasih,” Kiyoharu membungkukkan badannya lalu segera keluar. Tapi begitu ia keluar, ia sangat kaget melihat Shin sedang berada disana, menatap tajam ke arah Kiyoharu.
”Apa yang kau lakukan disini?” tanya Shin.
”Kau sendiri?” balas Kiyoharu.
”Aku melihatmu masuk ke dalam bar itu,” Shin mulai curiga dengan Kiyoharu. ”Apa yang kau lakukan disana?”
Kiyoharu terdiam lalu menjawab, ”Berhenti dari pekerjaanku,”
”Apa?” Shin tampak tidak percaya.
”Aku tadinya adalah penghibur disana. Namun aku memutuskan untuk berhenti,” jawab Kiyoharu lagi, nada suaranya sedikit bergetar. Berat rasanya menyampaikan kenyataan ini pada Shin, karena ia sangat tidak ingin Shin mengetahui hal ini.
”Kiyoharu,.......”
”Aku tidak ada bedanya dengan pelacur. Aku tahu, mungkin kau akan merasa malu telah mengenalku. Aku berbeda dengan Kiyoharu yang kau kenal dulu,” Kiyoharu menundukkan kepalanya. ”Maaf kalau aku telah membohongimu,” Kiyoharu akhirnya melangkah pergi meninggalkan Shin.
”Kiyoharu, tunggu,” cegah Shin. Tapi Kiyoharu mempercepat langkahnya menuju ke tempat ia memarkir mobilnya. Ia lalu masuk ke dalam mobilnya dan mengendarai mobilnya dengan cepat, berusaha menahan rasa sakit di hatinya ketika ia harus mengungkapkan kenyataan pahit ini pada Shin. Shin pasti tidak akan mau menerimanya lagi. Shin pasti akan berubah pikiran terhadap dirinya. Kiyoharu tidak menyadari ada sebuah mobil yang melaju cukup kencang dari arah yang berlawanan dengannya. Kiyoharu yang panik segera membanting setir ke sampingnya, tanpa menyadari bahwa ada sebuah pohon di depannya. Kiyoharu tidak bisa mengelak lagi. Mobilnya pun menghantam pohon itu dengan kencang. Kiyoharu tergeletak di atas setir mobilnya dengan darah mengalir di kepalanya dan juga tangannya. Ia tidak sadarkan diri, sampai akhirnya mobil ambulans datang dan membawanya ke rumah sakit.
***

Without you, I don't know how to correct my mistakes
If i could atone for my sins, I would be comforted just to hear you speak to me, even if you say "I dont forgive you"
I can't return to the innocence of birth...
Let this downpouring blood rain purify my body (yuri no hanataba)
End Part of Yuri no Hanataba

No comments:

Post a Comment