Monday, October 7, 2013

FANFIC: ROMANCE OF SCARLET PART 3 (INDONESIAN)

Author: Kageri Ai Mori
Genre: Romance,Yaoi,AU, Angst
Rate: M
Pair: Shin (Kuroyume) x Kiyoharu
WARNING: Jangan dibaca kalo anda anti-yaoi
Tanmei no Yuritachi (short-lived lilies)

If I had to choose between breathing and loving you, I would take my last breath to say I LOVE YOU.

Segera setelah urusannya dengan petugas kepolisian selesai, Shin segera menyusul menuju ke rumah sakit. Ia mengetahui alamat rumah sakit itu dari salah satu petugas yang ada di tempat Kiyoharu mengalami kecelakaan. Ketika ia sampai di rumah sakit itu, ia segera menuju ke bagian informasi yang memberitahunya kalau sampai saat ini Kiyoharu masih dirawat secara intensif di ruang ICU rumah sakit itu.
Suasana ruang ICU itu terlihat cukup sibuk. Para dokter dan suster tampak berlalu lalang memberikan bantuan pada para pasien yang dirawat disana. Salah satu perawat tampak sedang kebingungan dan berkata, ”Apa ada keluarga dari pasien kecelakaan bernama Mori Kiyoharu?”
Shin segera menghampiri perawat itu. ”Bagaimana keadaan Kiyoharu?” tanya Shin dengan panik.
”Kondisinya masih kritis. Dia mengalami pendarahan hebat di kepalanya dan juga mengalami patah di bagian kaki kanannya. Kami mengkhawatirkan terjadi sesuatu di bagian kepalanya karena benturan yang ia alami cukup keras,” jelas perawat itu.
Shin seketika merasa lemas. Ia sama sekali tidak menyangka hal ini akan menimpa Kiyoharu. Bukankah sebelumnya mereka masih bersama? Mereka menghabiskan malam bersama, mereka melepaskan semua kerinduan mereka berdua. Tapi kenapa sekarang Kiyoharu jadi seperti ini? Ia tidak ingin kehilangan Kiyoharu lagi.
Sambil berusaha menahan kesedihannya, Shin menghubungi Hitoki dan juga keluarga Kiyoharu di Gifu. Kebetulan sekali ia masih menyimpan nomor telepon milik adik Kiyoharu. Shin dapat mendengar kepanikan dari nada suara adik Kiyoharu di ujung telepon. Ia pun sebenarnya masih dilanda kepanikan yang sama, apalagi mendengar bahwa kondisi Kiyoharu masih kritis sampai sekarang. Tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Bila ia panik, ia hanya akan membuat keluarga Kiyoharu makin khawatir.
Shin menutup teleponnya dengan perasaan yang masih cemas, menunggu kepastian tentang keadaan Kiyoharu sekarang. Terkadang ia merasa menyesal, kenapa ia menemui Kiyoharu di klub gay itu. Bila saja ia menemuinya di apartemennya, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Tapi mau menyesal seperti apapun tidak akan membuat keadaan Kiyoharu berubah jadi lebih baik. Penyesalannya tidak akan mengubah kenyataan bahwa Kiyoharu masih tidak sadarkan diri disana.
Sampai ketika Hitoki dan teman-temannya datang pun Shin masih tidak bisa berbicara banyak tentang keadaan Kiyoharu. Ketika Hitoki menanyakan apa yang terjadi dan kenapa Kiyoharu bisa mengalami kecelakaan itu, Shin hanya menjawab bahwa Kiyoharu kehilangan kendali atas mobilnya dan menabrak pohon. Ia tidak mau membuka soal pekerjaan Kiyoharu di gay bar kepada siapapun, termasuk pada Hitoki. Kiyoharu sendiri juga pasti tidak mau mereka tahu seperti apa ia yang sekarang.
Mendadak seorang dokter bergegas masuk ke dalam ruang ICU, diikuti oleh 2 orang perawat. Shin berhasil mencegah seorang perawat sebelum perawat itu masuk, ”Apa yang terjadi?” tanya Shin.
“Seorang pasien kecelakaan mengalami gagal jantung,” jawab perawat itu kemudian ia segera masuk ke dalam.
Shin berusaha melihat ke dalam ruang ICU dan ia melihat sesuatu yang membuatnya sangat terkejut. Kiyoharu terbaring di atas ranjang rumah sakit. Kepalanya dibalut perban. Di wajahnya terlihat ada bekas darah dan juga sedikit luka. Nafasnya dibantu dengan selang oksigen dan sebuah alat pemantau denyut jantung terdapat di samping tempat tidurnya. Alat itu menunjukkan sebuah garis lurus, pertanda tidak ada denyut jantung yang terdeteksi oleh alat itu. Seorang dokter dibantu dengan para perawat mulai mengambil sebuah alat pacu jantung untuk mengembalikan denyut jantung Kiyoharu. Namun garis lurus itu belum berubah. Shin hanya bisa terdiam. Ini tidak mungkin terjadi. Ia tidak sanggup kehilangan Kiyoharu lagi. Ia tidak mau kehilangan orang yang ia cintai.
***

Flashback
Saat itu Kiyoharu sudah siap dengan seragam klubnya dan mulai berbaris di lapangan baseball bersama anggota klub yang lain. Ia termasuk salah satu pemain yang cukup berbakat di klub baseball milik SMU tempat ia sekolah sekarang. Sejak ia naik ke kelas 2, ia makin sering dijadikan pemain utama dari klub baseball.
Biasanya pelatih akan memperhatikan satu per satu anggota klub, memastikan semuanya hadir dalam latihan yang akan dimulai sebentar lagi. Kali ini pelatih itu pun mengecek anggota klub, tapi ia sampai dua kali mengeceknya. Sepertinya ada yang bolos latihan hari ini. Pelatih itu melihat ke daftar anggota pemain inti yang sudah ia susun. Sebentar lagi mereka akan menghadapi pertandingan antar sekolah, karena itu ia tidak ingin ada yang bolos latihan hari ini.
“Suzuki Shin, dimana dia?” tanya pelatih itu.
“Sepertinya dia belum hadir,” jawab salah satu pengurus klub.
Suzuki Shin. Kiyoharu mengenal nama itu sebagai salah satu anggota klub baseball ini, tapi ia tidak pernah sekelas dengannya. Orang-orang bilang Suzuki Shin termasuk salah satu yang cukup berbakat di klub ini. Tapi Kiyoharu tidak terlalu tertarik padanya. Terutama karena Shin juga jarang menyapanya. Ia pernah berada dalam satu ruangan dengan Shin dan Shin justru menatapnya dengan pandangan aneh.
“Mori!” panggil pelatih klub membuat Kiyoharu tersentak dari lamunannya. “Cari Suzuki Shin dan suruh dia ikut latihan!”
“Tapi kenapa harus aku?” protes Kiyoharu tapi pelatih itu tetap bersikeras menyuruh Kiyoharu untuk memanggil Shin. Dengan terpaksa Kiyoharu meninggalkan lapangan dan menuju ke gedung sekolah. Ia tidak tahu harus mencari Shin kemana. Pelatih itu terkadang begitu menyebalkan, sesekali Kiyoharu ingin menimpuk kepalanya dengan bola baseball karena sikapnya yang suka seenaknya saja. Tapi saat Kiyoharu akan naik menuju ke lantai dua, ia mendengar sebuah suara gitar dari ruang musik yang lama. Biasanya ruang musik itu jarang dipakai oleh orang lain. Merasa penasaran, Kiyoharu menuju ke ruangan itu. Pelan-pelan ia membuka pintu ruang musik dan menemukan kalau Suzuki Shin berada disana. Ia baru saja akan memanggil Shin ketika ia mendengarkan permainan gitar Shin. Ia mengenali lagu itu milik John Sykes, salah satu musisi Barat yang juga ia kagumi. Kiyoharu tertegun. Shin begitu hebat dalam memainkan lagu itu. Kiyoharu cukup hapal dengan lagu itu, dan ia sedikit kaget mendengar Shin bisa memainkan lagu itu dengan sangat baik. Begitu lagu itu selesai, Shin menoleh ke arahnya. Kiyoharu hanya diam. “Ada apa? Kau mau memanggilku latihan?” tanya Shin.
“Ah, iya,” tapi Kiyoharu justru menghampiri Shin, “Aku juga sedang belajar memainkan lagu itu,”
Shin menatap Kiyoharu dengan pandangan agak heran. Ia jarang sekali bertemu dengan teman seumurannya yang menyukai musik-musik Barat. Karena itu ia terkadang malas berkumpul dengan teman-temannya. Tapi orang yang sekarang berdiri di hadapannya ini ternyata memiliki selera yang sama dengannya. “Kau itu Mori Kiyoharu kan? Yang digosipkan sebagai pemain kesayangannya pelatih,” tebak Shin.
Seketika raut wajah Kiyoharu sedikit berubah, “Aku bukan pemain kesayangan,”
Entah kenapa Shin jadi sedikit menyesal mengatakan hal tersebut melihat perubahan ekspresi Kiyoharu. Ada sesuatu tentang diri Kiyoharu yang menarik perhatiannya. Shin mengenalnya sebagai sesama anggota klub baseball, tapi ia juga mengetahui kalau banyak gadis-gadis teman sekelasnya yang menyukai Kiyoharu, mungkin karena paras rupawan Kiyoharu. “Aku hanya menyampaikan apa yang mereka bilang tentang dirimu,” ujar Shin. “Kau juga suka memainkan gitar?”
Kiyoharu menganggukkan kepalanya kemudian meminjam gitar Shin dan memainkan sebuah lagu dari band The Doors.
“Kelihatannya kita bisa berteman. Sudah lama aku mencari orang yang juga menyukai musik luar,” kata Shin kemudian setelah Kiyoharu memainkan gitarnya. Kiyoharu tersenyum, “Salam kenal, Shin-kun,” Ia justru melupakan latihan baseballnya dan malah asyik berbicara dengan Shin. Sejak itulah Kiyoharu mulai menjadi teman dekat Shin. Kiyoharu pun memutuskan untuk membentuk band bersama Shin.
***

Shin menatap ke arah Kiyoharu yang sedang membaca buku di dekatnya. Ujian mereka sudah semakin dekat. Kiyoharu dan Shin selalu disibukkan dengan jadwal perform mereka, jadi baru kali ini mereka sempat belajar. Kiyoharu akhirnya menutup buku yang ia baca. Sebenarnya tadi ada Masaru dan Hiro yang ikut belajar bersama mereka. Tapi mereka berdua pulang lebih dulu. Sibuk dengan pacar mereka masing-masing. Hanya Kiyoharu dan Shin yang tidak memiliki pacar. Banyak gadis teman sekolah mereka yang menyukai Shin tapi Shin sendiri hanya menganggap mereka sebagai teman biasa. Kiyoharu juga memiliki cukup banyak fans di sekolah ini, namun ia memilih untuk tetap bersikap cuek terhadap mereka.
Kiyoharu meletakkan buku yang ia baca di atas meja kecil di hadapannya. Baru saja ia ingin mengatakan sesuatu ketika ibunya Shin datang dan memberitahu bahwa ia harus pergi sebentar. Karena keluarga Shin yang lain juga sedang pergi, jadi hanya mereka berdua yang ada di rumah itu. Kiyoharu, Masaru dan Hiro memang sengaja datang ke rumah Shin setelah pulang sekolah untuk belajar bersama, walaupun Masaru dan Hiro justru pulang lebih dulu dari Kiyoharu.
Kiyoharu berbaring sebentar dan menatap ke arah Shin yang masih menatap ke arah Kiyoharu.
”Shin-kun, kau tetap akan di Nagoya setelah lulus nanti?” tanya Kiyoharu.
”Sepertinya begitu. Kau sendiri? Tetap akan pergi ke Tokyo?” Shin balik bertanya.
“Mungkin,” jawab Kiyoharu. Ia lalu melihat ke sebuah tumpukan majalah di dekat meja Shin. Majalah-majalah itu terdiri dari majalah musik dan majalah mengenai cara bermain gitar.  Kiyoharu mulai mengambil salah satu dari majalah itu, tapi ia kemudian tersenyum melihat sebuah majalah yang terselip di antara majalah-majalah yang lain. Kiyoharu segera mengambilnya. “Aku tidak tahu kau suka majalah ini juga,” komentar Kiyoharu. Di sampul majalah itu terdapat foto seorang gadis muda yang tampak menutupi bagian dadanya dengan tangannya, gadis itu tidak mengenakan baju apapun.
“Wajar saja kan? Kau sendiri juga suka membacanya,” balas Shin.
Kiyoharu tertawa sambil membuka halaman-halaman majalah itu. Ia tidak menyangkal perkataan Shin bahwa ia juga suka membaca majalah dewasa seperti ini. Mendadak saja ia berkata, “Kita cari wanita seperti ini saja, kurasa mereka tidak akan keberatan kalau kita menghabiskan semalam bersama mereka,”
Shin tertawa, “Boleh saja. Tapi yang jelas jangan sekarang, kita masih harus menghadapi ujian,”
“Aku tahu. Jangan terus-terusan mengingatkan soal ujian,” balas Kiyoharu dengan malas-malasan. Tapi kemudian ia terdiam dan melihat ke salah satu gambar yang terdapat di majalah itu.
Shin mendekati Kiyoharu, “Kenapa?”
Kiyoharu tidak menjawabnya, ia hanya melihat ke halaman majalah itu yang memperlihatkan adegan khusus dewasa.
“Kau sudah tidak sabar melakukannya?” Shin menggoda Kiyoharu.
“Ya,” jawab Kiyoharu kemudian menutup majalah itu, “Tapi yang jelas aku tidak akan mau melakukannya denganmu,”
Shin kembali tertawa. Kiyoharu pasti tidak akan pernah menyadari kalau ia sangat menyukainya. Kiyoharu beralih mengambil gitar Shin dan mencoba memainkan sebuah lagu.
“Kau salah memainkannya,” komentar Shin.
“Salah? Bukannya ini yang benar?” protes Kiyoharu tapi Shin langsung membetulkan letak tangan Kiyoharu di grip gitarnya. Tanpa sengaja wajah mereka berdua jadi berdekatan saat Kiyoharu hendak menatap ke arah Shin. Kiyoharu jadi merasa sedikit canggung dengan situasi seperti itu. Kiyoharu berusaha untuk tetap tenang. Shin adalah teman baiknya, tidak mungkin mereka berhubungan lebih dari seorang sahabat. Tapi setelah kelulusan mereka nanti, mereka berdua akan berpisah.
Sementara Shin sedang berusaha keras untuk tidak melakukan sesuatu terhadap Kiyoharu. Entah kenapa ia ingin sekali memeluk Kiyoharu saat ini. Shin makin mendekatkan wajahnya ke wajah Kiyoharu, tapi ia kemudian tertawa.
“Kenapa kau tertawa?” protes Kiyoharu ketika ia melihat Shin tiba-tiba tertawa.
“Lihat wajahmu. Kenapa kau jadi memerah begitu?” Shin mencoba menahan tawanya.
“Suzuki Shin, itu sama sekali tidak lucu,” Kiyoharu kembali melakukan protesnya. Ia meletakkan gitar milik Shin.
“Memang kau pikir aku akan melakukan apa terhadapmu?” Shin masih sesekali tertawa.
“Sudahlah, lupakan saja. Aku baru saja memikirkan konsep baru untuk band kita,” jelas Kiyoharu.
Tapi ia kembali memprotes Shin yang masih sesekali tertawa melihatnya. Shin sendiri hanya tersenyum lalu berkata, “Kau berharap aku akan menciummu ya?”
“Sama sekali tidak,” Kiyoharu bersikap cuek seperti biasa.
Tapi setelah itu Shin justru mencium bibirnya. Ini bukan pertama kalinya Shin menciumnya. Kiyoharu tidak bisa menolaknya karena Shin melakukannya dengan tiba-tiba. Ia hanya bisa terdiam. Shin sendiri juga hanya tersenyum melihatnya.
“Apa-apaan kau itu? Kalau kau memang ingin pacaran, cari saja gadis-gadis di sekolah yang cantik-cantik,” protes Kiyoharu. Shin tersenyum penuh arti sambil menatap Kiyoharu yang kembali mengalihkan pembicaraan mengenai konsep band mereka. Seandainya saja Kiyoharu mengetahui kalau ia menyukainya, sangat menyukainya.
End of flashback
***
Sometimes you miss only one person but it feels like the whole world is empty...

Shin masih berharap terjadi suatu keajaiban supaya garis lurus itu berubah menjadi sebuah garis turun-naik yang menandakan adanya tanda kehidupan pada diri Kiyoharu.
“Shin-kun, Kiyoharu-kun pasti akan selamat,” Hitoki mencoba menenangkannya. Shin mencoba untuk tetap tersenyum tapi saat itu bahkan tersenyum pun susah untuk dilakukannya. Yang ada dalam pikirannya hanyalah keselamatan Kiyoharu. Sampai seorang perawat pun keluar dan Shin serta Hitoki langsung menanyakan keadaan Kiyoharu.
“Kami sedang berusaha untuk menyelamatkannya semampu kami, tapi kondisinya saat ini masih belum stabil,” jelas perawat itu sebelum berlalu dari hadapan mereka berdua.
Shin kembali terdiam. Ia merasa tidak berguna. Tapi Hitoki terus menyemangatinya. Membuatnya bisa kembali berusaha tegar.
Setelah hampir satu jam berusaha menstabilkan kondisi Kiyoharu, jerih payah tim dokter itu pun membuahkan hasil. Denyut jantung Kiyoharu kembali muncul di layar monitor. Shin yang mendengar kabar itu dari dokter yang menolong Kiyoharu merasa begitu lega. Harapannya akhirnya terkabul.
Tak lama kemudian, keluarga Kiyoharu dari Gifu datang ke rumah sakit itu. Mereka segera menanyakan keadaan Kiyoharu pada dokter yang merawatnya. Mereka juga sempat berterima kasih pada Shin yang telah menemani Kiyoharu selama ini. Dari keluarga Kiyoharu, Shin mengetahui kalau Kiyoharu mengatakan pada keluarganya bahwa ia melakukan kerja paruh waktu di sebuah perusahaan desain pakaian sambil meneruskan kuliahnya. Shin tidak berkomentar apa-apa. Ia tahu tidak mungkin Kiyoharu akan mengatakan tentang pekerjaannya yang asli pada keluarganya, ia pun terpaksa berbohong ketika ibu Kiyoharu menanyakan soal perusahaan tempat Kiyoharu bekerja.
***
Sudah seminggu berlalu sejak kejadian kecelakaan itu. Kiyoharu sama sekali belum membuka matanya. Hari ini Shin jauh-jauh datang dari Nagoya untuk menjenguk Kiyoharu. Tadinya ia memang tidak ingin kembali ke Nagoya, ia ingin berada di dekat Kiyoharu. Tapi ia masih harus melakukan banyak pekerjaan di Nagoya yang tidak mungkin ia tinggalkan begitu saja. Karena itulah ia terpaksa bolak-balik dari Nagoya menuju ke Tokyo hanya untuk menjenguk Kiyoharu.
Shin menatap Kiyoharu yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit dengan selang oksigen yang terpasang untuk membantu nafasnya serta alat untuk memantau denyut jantungnya. Selang infus juga masih dipasang di tangan kirinya sementara kakinya sudah dibalut dengan gips. Sementara kepala Kiyoharu masih dibalut dengan perban. Shin membelai lembut kepala Kiyoharu. Ia sangat merindukan Kiyoharu, ia ingin Kiyoharu bangun dari tidurnya ini. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar suaranya lagi.
Shin memegang tangan Kiyoharu yang masih terasa agak dingin. “Kiyoharu-kun, kau sudah berjanji kan untuk bergabung dengan bandku lagi. Cepat bukalah matamu, aku ingin kita bisa tampil bersama lagi,” ujar Shin pelan. Tapi Kiyoharu sama sekali tidak memberikan respon apapun. Matanya masih tetap terpejam. Tidak ada jawaban apapun dari Kiyoharu, membuat Shin hanya bisa terdiam menatap ke arah Kiyoharu dengan pandangan sedih.
“Kiyoharu, aku mencintaimu,” bisik Shin lirih.
***
Hari ini Shin kembali mengunjungi Kiyoharu di rumah sakit. Kondisi Kiyoharu masih belum berubah dari terakhir ia mengunjunginya beberapa hari yang lalu. Sekarang Kiyoharu jadi terlihat lebih kurus. Kiyoharu masih terbaring disana, matanya masih tetap terpejam. Adik Kiyoharu yang tadinya sedang menjaga kakaknya itu segera memberi tempat duduk untuk Shin. Shin kemudian duduk di tempat duduk di samping tempat tidur Kiyoharu. Ia telah mendengar penjelasan dokter sebelum ia datang ke kamar tempat Kiyoharu dirawat, bahwa kemungkinan Kiyoharu mengalami kerusakan pada otaknya akibat benturan keras yang ia alami. Dokter bahkan mendiagnosa bahwa ia akan mengalami kelumpuhan seandainya nanti ia sadar dari komanya. Shin tidak mampu berkata apa-apa lagi. Kiyoharu pasti akan sangat shock dengan keadaannya itu saat ia sadar nanti.
Shin kembali memegang tangan Kiyoharu. Ia baru saja kembali dari sebuah latihan baseball hari ini. “Kiyoharu-kun, kau harus cepat sadar. Kau ingat ketika kita masih bermain baseball bersama saat masih sekolah dulu? Ayo kita main lagi seperti dulu,” Shin kemudian mengambil sebuah bola baseball dari tas yang ia bawa dan menaruh bola itu di tangan Kiyoharu. Shin kemudian menundukkan kepalanya. Ia tahu bahwa kemungkinan semua itu akan mustahil untuk dilakukan setelah mendengar diagnosa dokter sebelumnya. Entah apa yang harus Shin katakan padanya ketika nanti ia membuka matanya. Tapi apapun yang terjadi nanti, ia akan selalu mendampingi Kiyoharu. Ia tidak mungkin meninggalkan Kiyoharu saat keadaan Kiyoharu seperti ini.
Sudah hampir 3 minggu Kiyoharu masih berada dalam keadaan koma. Bunga Sakura mulai bermekaran di halaman rumah sakit, menandakan kedatangan musim semi. Band milik Shin sudah memulai debutnya dan merilis single major label pertama mereka. Meskipun tidak meraih posisi teratas di Oricon Chart tapi Shin dan teman-temannya sudah cukup puas dengan makin bertambahnya fans yang menyukai lagu-lagu mereka. Tapi tetap saja Shin merasa ada yang kurang, karena Kiyoharu belum juga membuka matanya. Di sela-sela kesibukannya, Shin masih sempat mengunjungi Kiyoharu. Shin menatap ke luar jendela kamar Kiyoharu, dari sana bisa terlihat deretan pohon bunga Sakura yang sedang mekar, menampilkan warna pink yang menyegarkan. Cuaca hari ini pun begitu cerah dan tidak terlalu dingin. Sebenarnya ini saat yang tepat untuk berjalan-jalan dan melakukan hanami, tapi Shin memilih untuk menjenguk Kiyoharu dan menemaninya di rumah sakit. Shin menatap keluar sesaat lalu kembali duduk di dekat Kiyoharu. Kiyoharu benar-benar mengalami penurunan berat badan yang drastis, saat ini beratnya bahkan hampir mencapai 30 kg.“Kiyoharu-kun, hari ini aku bolos latihan baseball lagi. Kau mau mencariku seperti dulu?” Shin sempat tersenyum.
Tapi kemudian ia melihat sebuah gerakan di tangan Kiyoharu yang sedang ia pegang. “Kiyoharu-kun?” panggil Shin sekali lagi. Berusaha memastikan apakah ia benar-benar merasakan bahwa tangan Kiyoharu benar-benar bergerak. Meskipun gerakannya begitu lemah dan pelan, tapi tangan Kiyoharu kembali bergerak. Shin menggenggam tangan Kiyoharu. Baru saja ia akan memanggil dokter ketika tiba-tiba Kiyoharu pelan-pelan membuka matanya.
“Kiyoharu-kun,” seru Shin, ia terlihat lega melihat Kiyoharu akhirnya membuka matanya. Shin segera memanggil perawat untuk memberitahu bahwa Kiyoharu sudah bangun. 2 orang perawat langsung datang dan mengurusi Kiyoharu yang meskipun sudah sadar tapi masih sangat lemah. Shin tetap berada di dekat Kiyoharu. Ada yang sedikit berbeda dari pandangan mata Kiyoharu saat ia melihat Shin, ia seolah tidak mengenali Shin. Awalnya Shin tidak terlalu memperhatikannya. Ia sudah merasa lega Kiyoharu bisa bangun lagi dari tidur panjangnya. Kiyoharu hanya bisa menatap ke arah Shin, ia sepertinya masih terlalu lemah untuk berbicara.
***
“Siapa kau?” tanya Kiyoharu dengan suara yang masih begitu lemah pada Shin yang ada di hadapannya. Sepertinya ia pernah mengenali orang ini sebelumnya tapi entah kenapa ia tidak bisa mengingat semuanya dengan baik. Ia tidak tahu apa yang sebelumnya menimpanya. Ia tidak bisa mengingat siapa saja orang yang berada di dekatnya. Ia bahkan tidak mengenali orangtuanya lagi. Kiyoharu mencoba menggerakkan tangan kanannya tapi ia tidak mampu untuk melakukannya, bahkan untuk mengangkatnya pun ia tidak bisa. Ia juga tidak bisa merasakan kakinya. Kiyoharu merasa panik ketika ia tidak mampu merasakan kedua kakinya lagi. “Apa yang terjadi? Kenapa dengan kakiku?” tanya Kiyoharu. Ibunya segera menenangkan Kiyoharu. Ia memeluknya dan kembali menenangkan anaknya itu. Shin hanya bisa diam. Dokter sebelumnya juga sudah memperingatkan bahwa kemungkinan Kiyoharu juga akan mengalami kehilangan memorinya sementara. Kemampuan mengingatnya juga akan menurun. Tapi tetap saja Shin sama sekali tidak menyangka hal ini akan terjadi. Melihat orang yang ia cintai justru tidak mengenalinya lagi saat ini, tentu saja membuatnya sedih. Namun ia menyadari ini semua karena Kiyoharu masih sakit. Mungkin dengan pelan-pelan mengingatkannya akan hal yang dulu mereka lakukan bisa sedikit mengembalikan ingatannya.
***
When someone is in your heart, they're never truly gone. They can come back to you, even at unlikely times
Kiyoharu hanya bisa terdiam di atas ranjang rumah sakit. Ia melihat sekelilingnya, masih merasa aneh dan tidak mengerti bagaimana ia bisa berada di sini. Ia mulai bisa mengingat ayah dan ibunya, tapi ia masih tidak bisa mengenali adik-adiknya dan seorang laki-laki bernama Shin yang rutin mengunjunginya di rumah sakit ini. Rasanya nama Shin memang familiar dengannya, tapi ia sama sekali tidak bisa mengingatnya. Kiyoharu kembali mencoba menggerakkan tangannya untuk meraih gelas tapi ia sama sekali tidak mampu melakukannya. Entah kenapa tangannya terasa berat. Belum lagi rasa pusing dan sakit yang sering menyerang kepalanya membuatnya terkadang merasa kesal sendiri. Hari ini pria bernama Shin itu datang lagi. Katanya ia berniat untuk menemani Kiyoharu malam ini karena ia sedang tidak sibuk.
Kiyoharu terpaksa menyanggupinya, terutama karena ia tidak punya siapa-siapa lagi untuk membantunya. Adik-adiknya sedang beristirahat sekarang. Kiyoharu hanya menatap Shin dengan pandangan heran. Ia tidak mengerti kenapa Shin mau repot-repot menjaga dan merawatnya.
“Kenapa kau melakukan ini?” tanya Kiyoharu.
“Karena aku sayang padamu,” jawab Shin sambil tersenyum, membuat Kiyoharu makin tidak mengerti dengan sikap Shin padanya.
“Sayang?” tanya Kiyoharu lagi.
“Ya, aku menyayangimu,” jawab Shin. Ia kemudian memberikan selembar foto pada Kiyoharu. “Apa kau ingat ini?” tanya Shin sambil memperlihatkan foto itu pada Kiyoharu. Sebuah foto yang menunjukkan Shin dan Kiyoharu dalam sebuah band. Kiyoharu disana mengenakan rambut palsu panjang dan juga sebuah gaun panjang berwarna hitam. Shin menjelaskan mengenai foto itu padanya, bahwa itu adalah foto saat mereka masih bersama dalam satu band. Kiyoharu terdiam. Ia bisa sedikit mengingat masa-masa itu, meskipun tidak bisa mengingat bagaimana persisnya saat-saat itu. Ia ingat pernah mendengar nama band yang disebutkan oleh Shin saat itu. Tapi tak lama kemudian ia kembali lupa nama band tersebut sebelum Shin kembali mengingatkannya.
Sesekali Shin juga menunjukkannya video saat mereka tampil dulu. Meskipun hal itu sedikit membuat Shin sedih karena kemungkinan Kiyoharu tidak akan bisa bermain gitar ataupun tampil di stage seperti dulu lagi.
***
Flashback
Shin menghentikan permainan gitarnya. Sebentar lagi upacara kelulusan mereka akan diadakan. Mungkin ini terakhir kalinya ia berada di sekolah ini dan bermain gitar di ruang musik lama karena ruangan ini akan dijadikan gudang. Rasanya ia akan merindukan ruang musik ini, tempat dimana ia seringkali memainkan gitarnya disini. Ia pernah juga menyimpan gitarnya di tempat tersembunyi di ruang musik ini, karena ayahnya pasti akan memarahinya bila ia menghabiskan uangnya dengan membeli gitar, padahal seharusnya ia menyimpannya untuk biaya kuliahnya nanti. Tapi minat Shin pada gitar memang sangat tinggi. Ia mengidolakan banyak musisi Barat yang jago memainkan gitar sejak ia melihat sebuah konser musik luar negeri di tv.
Shin menatap ruangan ini sekali lagi. Ia seringkali menitipkan amplifiernya pada penjaga sekolah supaya tidak ada yang mengambilnya. Ia sempat tersenyum. Disini juga ia bertemu dengan Kiyoharu. Orang yang sekarang ia sukai. Sebenarnya ia tidak ingin menghadiri upacara kelulusan, karena itu artinya mereka akan berpisah. Kiyoharu sudah menetapkan keputusannya untuk mengambil kuliah di jurusan desain di Tokyo dan ia harus tetap di Nagoya. Ayahnya tidak membolehkannya untuk pergi ke Tokyo karena ia diharuskan untuk meneruskan usaha milik ayahnya, meskipun ia sangat menolaknya. Shin memang tidak pernah menyerah untuk meyakinkan ayahnya bahwa ia sangat berminat di bidang musik dan berniat untuk melanjutkan karirnya di dunia musik.
“Sudah kuduga kau akan berada disini,” Kiyoharu masuk ke dalam ruangan. “Tadi Masaru-kun mencarimu,”
“Aku hanya ingin berada disini sebentar sebelum kita lulus nanti,” jawab Shin. “Tempat ini kan menyimpan banyak kenangan untukku,”
“Benar,” Kiyoharu duduk di sebuah bangku yang sudah tidak terpakai yang ada di ruangan itu, “Kau juga mengajariku bermain gitar disini, sampai-sampai kita harus berhenti dari klub baseball karena pelatih memecat kita,” Kiyoharu sempat tertawa, “Ayahku marah besar saat itu.”
Shin juga tertawa, “Ayahku juga marah. Dia bilang aku seharusnya belajar baseball dengan giat supaya bisa ikut Koshien.”
“Ayahku juga mengatakan hal yang sama. Apa boleh buat, aku sangat menyukai bermain musik,” ujar Kiyoharu.
“Kiyoharu-kun, kapan kau akan berangkat ke Tokyo?” tanya Shin.
“Belum tahu,” jawab Kiyoharu singkat. Dalam hati ia merasa sedikit kecewa karena Shin menanyakan hal itu. Ia tidak ingin diingatkan mengenai hal itu. Ia tidak mau berpisah dengan Shin. Ia masih ingin melanjutkan band mereka. Ia ingin sekali band mereka bisa terkenal, lalu bermain di stage yang besar, bahkan dikenal ke seluruh dunia. Ia pernah menyatakan impiannya itu pada Shin, Masaru dan Hiro. Masaru dan Hiro hanya tertawa mendengarnya tapi Shin justru mendukungnya.
Sementara Shin justru mengingat saat pertama kali mereka berhasil membentuk band, mereka tampil di pelataran sebuah toko musik, memainkan lagu-lagu covering dari band luar negeri. Shin sama sekali tidak menyangka dari kenekatannya itu justru membuahkan hasil yang cukup baik. Mereka bisa bermain di café dan livehouse, sampai akhirnya mereka bisa mempunyai fans yang pelan-pelan bertambah. Sejak tampil di livehouse, Kiyoharu terpaksa menyamarkan penampilannya, begitu juga dengan Shin dan yang lain.
“Kiyoharu-kun,” Shin menghampiri Kiyoharu. “Aku masih ingin melanjutkan band kita setelah kita lulus. Dengan begitu kita bisa bebas menjadi diri kita sendiri.”
Kiyoharu terdiam lalu tersenyum, “Aku juga berpikir begitu,” ia kemudian menyambut uluran tangan Shin. “Kita teruskan band kita setelah kita lulus nanti. Kita harus berjuang sampai kita bisa mencapai target kita, paling tidak kita bisa menjadi band major label,” Kiyoharu terlihat bersemangat.
Shin tersenyum. Sebenarnya ia hanya tidak ingin kehilangan Kiyoharu begitu cepat. Ia masih belum mengungkapkan perasaannya pada Kiyoharu.
“Hey, Kiyoharu-kun, sebenarnya aku itu suka sekali pada……..,”
“Mori! Kau dipanggil guru,” seorang murid perempuan masuk ke dalam ruangan itu. Ia adalah teman sekelas Kiyoharu dan Shin bernama Akane Satonaka. Akane seringkali menunjukkan ketertarikannya pada Kiyoharu, tapi seperti biasa Kiyoharu selalu menganggapnya teman biasa saja.
“Ah Suzuki, kau disini juga rupanya,” Akane baru menyadari kehadiran Shin.
Kiyoharu pun pergi bersama Akane meninggalkan Shin. Shin akhirnya mengurungkan niatnya untuk menyatakan perasaannya. Ia lebih memilih untuk membiarkan hubungan pertemanan mereka berjalan seperti biasa. Ia tidak menyangka bahwa hubungan mereka justru menjadi hancur setelah Shin bersikeras untuk tidak menyetujui keputusan Kiyoharu dalam pemilihan musik mereka selanjutnya. Ia pun memilih keluar dari band itu, tidak peduli lagi dengan hubungannya dengan Kiyoharu. Meskipun begitu, Shin masih sempat bertemu dengan Kiyoharu sesekali, meskipun saat bertemu mereka seperti orang yang tidak pernah dekat sebelumnya. Sampai akhirnya Kiyoharu pindah ke Tokyo tanpa memberitahu Shin. Ia memutuskan untuk meninggalkan Shin, melupakan Shin dan memulai hidupnya yang baru tanpa Shin, karena ia merasa bahwa Shin tidak lagi membutuhkannya. Ia tetap merasa ada yang kurang setiap kali ia mencoba untuk membuat musik yang bagus untuk bandnya. Setelah membubarkan bandnya, ia pun memilih untuk meninggalkan dunia musik dan menetap di Tokyo.
End of Flashback
***
Stay strong now, because things will get better. It's stormy now, but it can't rain forever.
Pelan-pelan Kiyoharu mulai belajar untuk menggerakkan tangannya, tapi lagi-lagi tangannya terasa gemetar saat ia mulai mengangkatnya. Terkadang hal itu membuatnya kesal. Ia mulai bisa menggerakkan kakinya sedikit, tapi tetap saja kedua kakinya terasa berat. Kiyoharu tanpa sengaja melempar gelas yang ada di dekat mejanya. Gelas itu melayang dan nyaris mengenai Shin sebelum pecah berkeping-keping di lantai.
“Kiyoharu-kun, bersabarlah. Aku tahu ini berat tapi kau harus menjalaninya, supaya kau bisa sembuh,” ujar Shin.
“Aku tidak akan bisa sembuh,” balas Kiyoharu.
“Jangan bilang begitu. Dokter menyarankanmu untuk melakukan fisioterapi kan?” Shin mencoba menenangkan Kiyoharu.
“Tapi aku akan terus seperti ini seumur hidupku,” ujar Kiyoharu.
“Tidak ada salahnya kan kau coba dulu,” saran Shin sebelum memanggil seseorang untuk membersihkan bekas pecahan gelas yang berserakan di lantai.
“Kau sebaiknya tidak usah mempedulikan aku lagi,” kata Kiyoharu. “Aku sudah tidak bisa seperti dulu lagi,”
“Aku tidak mungkin tidak mempedulikanmu,” ujar Shin.
Kiyoharu hanya menatap Shin. Ia memang mulai bisa mengingat tentang hubungan pertemanan antara mereka berdua dulu, tapi entah kenapa ia merasa bahwa perhatian Shin padanya melebihi perhatian teman-temannya yang lain. Meskipun Shin sekarang sudah mulai sibuk dengan bandnya dan juga sudah memulai turnya tapi setiap ada waktu luang, ia pasti akan mengunjungi Kiyoharu di rumah sakit. Kiyoharu sebenarnya juga merasa senang setiap ada Shin di dekatnya karena Shin suka mengajaknya bercanda dan menemaninya jalan-jalan menggunakan kursi roda di sekitar rumah sakit. Shin juga selalu membantunya mengingat masa lalunya. Kiyoharu mulai menyukai Shin dan ia ingin Shin selalu berada di sampingnya. Tapi tentu saja itu tidak mudah karena kesibukan Shin sekarang.
***
Hitoki mendorong kursi roda Kiyoharu menuju ke sebuah taman. Kiyoharu mulai pelan-pelan mengingat tentang teman-temannya termasuk Hitoki, jadi ia sudah mulai terbiasa dengan Hitoki, tidak seperti saat ia pertama kali bertemu dengan Hitoki dimana ia sama sekali tidak mengenalinya. “Kau sudah terbiasa dengan Shin-kun berada di dekatmu ya sekarang?” tanya Hitoki.
“Begitulah. Shin-kun orang yang menyenangkan,” jawab Kiyoharu. Sebenarnya Kiyoharu kurang suka berada di atas kursi roda seperti ini. Ia ingin bisa kembali seperti dulu saat ia bisa berjalan dengan normal lagi.
“Shin-kun sangat mengkhawatirkanmu, ia selalu memikirkanmu,” ujar Hitoki.
“Aku hanya merepotkannya. Aku sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi,” kata Kiyoharu dengan nada pelan, “Bahkan suaraku sudah sedikit berubah,”
“Tidak apa-apa, asalkan kau mau melakukan fisioterapi, pasti semua akan kembali seperti semula,” hibur Hitoki.
“Aku tidak yakin,” gumam Kiyoharu. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke suasana taman yang dipenuhi oleh para pasien lain di rumah sakit ini. Ada beberapa yang menggunakan kursi roda seperti dirinya. Ada juga yang sedang berjalan-jalan ditemani oleh suster atau anggota keluarga mereka yang lain.
“Hei, maaf aku terlambat datang,” sapa Shin yang baru saja datang ke tempat mereka berada sekarang.
“Tidak apa-apa, bagaimana dengan jadwal live kita? Kau sudah mendapatkannya?” tanya Hitoki pada Shin.
“Sudah,” Shin kemudian menjelaskan semuanya pada Hitoki sementara Kiyoharu hanya memperhatikan Shin. Ia sepertinya pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Ia tidak ingin kehilangan Shin. Ia hanya ingin bersama dengan Shin. Tapi bila ia berpikir bagaimana ia bisa memiliki perasaan seperti ini, ia sama sekali tidak ingat. Mungkin memang benar kata Shin sebelumnya, bahwa mereka dulu memiliki hubungan yang dekat, lebih dari sekedar teman biasa. Meskipun Kiyoharu sama sekali tidak yakin dengan perasaannya ini. Bukankah Shin juga sama-sama laki-laki seperti dirinya? Kenapa ia bisa merasakan perasaan seperti ini padanya?
Tapi kemudian ia tanpa sengaja mendengar percakapan antara dua orang yang dari tadi memperhatikannya.
“Dia mirip sekali dengan Kiyoharu yang dulu kerja di gay bar itu,” kata salah satu pria kepada seorang pria di dekatnya.
“Kau benar juga, tapi Kiyoharu yang disana orangnya begitu menarik. Lagipula Kiyoharu tidak sekurus itu,” balas pria yang satunya.
Kiyoharu mendadak terdiam. Gay bar? Rasanya kata itu terdengar familiar di telinganya, tapi ia tidak mampu mengingat dimana ia pernah mendengarnya. Lagipula Kiyoharu yang bekerja di gay bar? Apa benar itu dirinya? Bekerja di gay bar? Tapi ia ingat dulu ibunya pernah menanyakan soal pekerjaannya di perusahaan desain. Ia justru merasa asing dengan nama perusahaan yang disebut oleh ibunya.
“Ada apa, Kiyoharu-kun?” tanya Shin begitu melihat Kiyoharu yang hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya.
Kiyoharu tidak menjawabnya. Bila apa yang dibilang orang-orang itu benar, maka ia sama sekali tidak berhak untuk menyukai orang lain, apalagi orang seperti Shin. Jika Shin mengetahui pekerjaannya, ia pasti akan menjauhinya.
“Kau tidak enak badan?” tanya Shin lagi.
“Hitoki-kun, aku ingin kembali ke kamarku,” kata Kiyoharu.
“Eh? Baiklah,” Hitoki kemudian mengantarkan Kiyoharu kembali ke kamarnya. Shin mengikutinya dari belakang, masih bingung kenapa Kiyoharu tidak mau menjawab pertanyaannya barusan dan terkesan mengacuhkannya.
***
“Kau tidak perlu datang kesini lagi,” ujar Kiyoharu pada Shin. Ia akhirnya menuruti saran Shin dan Hitoki untuk melakukan fisioterapi. Perlahan-lahan ia mulai menunjukkan kemajuan. Ia bisa sedikit menggerakkan tangan dan kakinya. Ia juga sedang belajar untuk kembali berdiri. Meskipun terkadang kepalanya masih terasa sakit, tapi ia akhirnya punya semangat untuk melakukan fisioterapi. Hanya saja, ia justru kembali mulai menghindari Shin.
Kiyoharu masih merasa bahwa ia tidak pantas untuk bersama dengan Shin. Meskipun ia tahu bahwa mungkin saja pekerjaannya tidak seperti itu, tapi tetap saja, Shin pasti akan malu bila mengetahuinya.
“Tapi aku ingin datang kesini,” ujar Shin, sama sekali tidak menyadari bahwa Kiyoharu melakukannya karena ia tidak ingin Shin mengetahui pekerjaannya di gay bar. Kiyoharu tidak ingat kalau sebenarnya Shin sudah mengetahuinya lebih dulu.
“Aku sudah tidak membutuhkanmu lagi. Aku bisa melakukannya sendiri,” ujar Kiyoharu.
“Kau masih belum bisa melakukan semuanya sendiri,” ujar Shin kemudian. Berusaha memaklumi perubahan sikap Kiyoharu padanya. Selama sakit, mood Kiyoharu memang selalu berubah-ubah, mungkin karena rasa sakit yang ia derita dan ia merasa kesal karena ia tidak bisa seperti orang lain yang bisa menggerakkan anggota tubuhnya dengan normal. Setiap kali Kiyoharu mencoba menggerakkan kakinya, ia masih merasa sakit. Terkadang ia jadi merasa frustrasi karenanya. Tak jarang ia menyuruh adik-adiknya untuk pergi meninggalkannya. Kali ini Kiyoharu kembali berusaha untuk bangun, tapi tetap saja kedua kakinya terasa sakit. Shin baru saja ingin membantunya, tapi Kiyoharu berusaha menepis tangannya. Sayangnya, hal itu justru membuat Kiyoharu kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Kepalanya kembali terasa sakit dan kemudian semuanya kembali gelap. Ketika ia membuka matanya lagi, ia sudah berada di ranjang rumah sakit lagi, selang infus kembali dipasang di tangannya. Shin berada di sampingnya, menatapnya dengan pandangan khawatir. “Kau sudah merasa lebih baik?” tanya Shin.
Kiyoharu hanya menatap Shin.
“Kenapa? Kau masih ingat aku kan?” tanya Shin lagi.
Kiyoharu hanya terdiam. Mungkin bila ia pura-pura melupakan Shin, Shin akan pergi meninggalkannya. Tapi mendadak ia merasa kepalanya sakit. Ia sendiri jadi bingung kenapa ia harus menyuruh Shin pergi saat ini. Bila ia berusaha mengingatnya, kepalanya terasa sakit. Namun sejak Shin dekat dengannya, Kiyoharu merasa bahwa ada sesuatu yang terjadi antara dirinya dengan Shin sebelum ia mengalami kecelakaan itu. Hanya saja ia tetap tidak bisa mengingat apa kejadian itu. Selain itu, kata-kata gay bar itu terus ada dalam pikirannya. Ia tidak bisa mengingat kenapa ia begitu familiar dengan hal itu.
“Kau tidak mengenaliku lagi ya?” tebak Shin.
Kiyoharu hanya mengalihkan pandangannya, tidak memberikan jawaban benar atau salah atas pertanyaan Shin.
“Kiyoharu-kun, kalau kau diam saja, aku tidak akan pernah bisa tahu apa yang ada dalam pikiranmu,” Shin duduk sambil menatap ke luar jendela.
“Pergilah, jangan dekati aku lagi,” suruh Kiyoharu.
“Aku tidak mau,” Shin langsung menjawabnya.
“Kenapa?” tanya Kiyoharu, menatap ke arah Shin.
“Sudah kubilang kan, aku sayang padamu,” jawab Shin. “Kau mungkin tidak ingat, kau sendiri juga bilang kalau kau tidak mau kehilangan aku saat kita selesai melakukannya,”
Kiyoharu kembali terdiam, lalu bertanya,”Melakukan apa?”
Shin tersenyum. “Selesai menikah”
Kiyoharu tampak sangat kaget mendengarnya, ”Apa?”
Shin hanya tertawa. Sementara Kiyoharu masih bingung dengan perkataan Shin. Ia meminta Shin untuk menjelaskannya tapi Shin menolak untuk melakukannya. Ia lebih suka membiarkan Kiyoharu menebak-nebak apakah hal yang ia katakan itu benar atau tidak. Shin akhirnya mendekati Kiyoharu dan mencium keningnya, berusaha menenangkan Kiyoharu tanpa menyadari tindakannya itu justru membuat Kiyoharu makin bingung.
***
If two people are meant for each other, it doesn't mean they have to be together right now... but, they will eventually.
Kondisi Kiyoharu perlahan-lahan mulai menunjukkan perbaikan. Ia mulai bisa berdiri dan berjalan pelan-pelan. Bagi keluarganya tentu saja ini merupakan suatu keajaiban. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Kiyoharu bisa kembali berjalan setelah dokter menyatakan kemungkinan ia akan terkena kelumpuhan total. Kiyoharu masih harus menjalani serangkaian fisioterapi lagi untuk membuatnya bisa kembali seperti semula lagi. Shin sendiri juga mulai jarang menemaninya karena harus melakukan tur ke beberapa kota dan juga menghadiri beberapa acara.
Kiyoharu sebenarnya merasa sedikit sepi tanpa Shin berada di sisinya, tapi ia berusaha untuk memakluminya. Ia harus mulai terbiasa dengan hal seperti ini.
Kiyoharu kembali berjalan perlahan ke luar apartemennya. Sejak kejadian kecelakaan itu, ia harus lebih berhati-hati dalam berjalan. Terkadang ia juga jadi takut bila melihat mobil kencang menuju ke arahnya.
Hari ini ia sedang ingin berjalan-jalan sebelum menuju ke rumah sakit. Di tengah jalan ia bertemu dengan seseorang yang menyapanya dengan ramah. Kiyoharu sama sekali tidak mengenalnya. Tapi orang itu tetap bersikeras bahwa orang itu mengenalnya. Ia bahkan tidak segan-segan merangkul pundak Kiyoharu. Kiyoharu merasa sedikit risih dengan tindakan pria itu. Pria itu bahkan tidak segan-segan untuk memeluknya. Tapi Kiyoharu berusaha melepaskan dirinya.
“Kenapa? Waktu kau kerja di gay bar, aku adalah orang yang paling rajin memesanmu kan,” kata pria itu, membuat Kiyoharu sedikit kaget. Gay bar? Jadi ia benar-benar bekerja disana? Kiyoharu kembali melepaskan dirinya. Ia segera meninggalkan pria itu tanpa peduli kalau pria itu berusaha mencegahnya. Mendadak ia teringat sesuatu. Hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya. Ia sedang pergi dari kejaran seseorang, lalu ia menaiki mobilnya dan selanjutnya ia hanya bisa mengingat rasa sakit teramat sangat di seluruh tubuhnya. Ia berusaha mengingat kejadian itu dengan jelas. Kemudian ia mengetahui kalau orang yang mengejarnya saat itu adalah Shin. Kiyoharu duduk di bangku sebuah cafe sambil mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi sampai Shin mengejarnya seperti itu.  Lalu ia melihat ke seberang jalan. Sebuah bangunan yang ada disana tampak tak asing lagi baginya. Saat ini pintunya masih ditutup dan lampunya masih dimatikan. Tapi Kiyoharu benar-benar ingat dengan bangunan yang agak besar itu. Suasana parkirannya, bentuk bangunannya, bahkan suasananya di dalam. Tidak salah lagi, ia bekerja di gay bar itu. Itulah kenyataannya. Kiyoharu bisa mengingat semuanya dengan jelas sekarang. Ia bertemu dengan Shin dan menjelaskan soal pekerjaannya sebelum kecelakaan itu terjadi. Ia tak lebih dari seorang pelacur. Kiyoharu menundukkan kepalanya. Ia tidak mungkin mengharapkan perhatian Shin lagi.
***
Shin sangat kaget ketika ia datang ke tempat Kiyoharu tapi Kiyoharu tidak ada disana. Rupanya Kiyoharu kembali pindah apartemen tanpa sepengetahuannya. Shin mencoba menghubungi nomor telepon Kiyoharu, tapi tetap tidak ada jawaban juga. Tidak ada yang tahu ia pergi kemana. Shin berusaha mencari Kiyoharu ke gay bar tapi ia juga tidak menemukannya disana.
Ia sama sekali tidak tahu kemana Kiyoharu pergi. Keluarganya pun tidak memberikan jawaban yang pasti soal dimana keberadaan Kiyoharu sekarang.
Sementara Kiyoharu sendiri sebenarnya hanya pindah ke apartemen lain. Ia tidak ingin Shin mencarinya lagi. Ia merasa tidak pantas untuk berada di sisi Shin setelah mengetahui pekerjaannya yang asli. Kiyoharu terdiam sambil melihat ke sebuah foto bandnya dulu dimana Shin juga ada disana, sedang merangkul bahunya. Ia merasa bersalah pada Shin. Shin pasti sekarang sedang mencarinya kemana-mana. Tapi ia sudah memutuskan untuk pergi. Ia tidak ingin menyusahkan Shin. Ia juga tidak ingin Shin merasa malu dengan masa lalunya dimana ia terbiasa melayani orang lain seperti seorang pelacur. Kiyoharu sedikit menyesal juga kenapa ingatannya bisa kembali saat ini. Mungkin lebih baik bila ingatannya sama sekali tidak kembali. Tapi semuanya sudah terjadi. Cepat atau lambat ia pasti akan ingat kembali dengan masa lalunya ini.
***
Shin akhirnya berhasil menemui adik Kiyoharu di rumah keluarga mereka di Gifu. Adiknya tersebut mengatakan kalau kakaknya hanya sedang tidak ingin menemuinya. Shin mencoba membujuk adiknya tersebut supaya ia bisa menemui Kiyoharu. Awalnya memang susah, tapi lama kelamaan ia memberitahu Shin kalau kakaknya itu memutuskan untuk pindah ke London sementara, untuk benar-benar memulihkan kondisinya dan juga untuk lebih mempelajari soal desain baju yang menjadi minatnya dulu. Shin pun segera meninggalkan Gifu dan segera memesan tiket menuju ke Tokyo untuk mengejar Kiyoharu sebelum ia pergi meninggalkan Jepang.
Shin kembali mencari Kiyoharu di Tokyo. Ia mencoba kembali ke apartemen lama Kiyoharu. Tapi ia tetap tidak bertemu dengan Kiyoharu disana. Ketika Shin sedang berjalan menuju ke halte bus terdekat untuk bertemu dengan Hitoki, ia melihat Kiyoharu yang sedang membawa koper besar memanggil taksi dan segera pergi meninggalkan area itu. Shin segera memanggil taksi lain dan menyusul Kiyoharu. Ia menduga Kiyoharu akan berangkat menuju ke bandara.
Benar dugaannya, Kiyoharu berhenti di Bandara Internasional Narita. Kiyoharu tampaknya tidak menyadari bahwa Shin mengikutinya. Saat ia turun dari taksi, ia segera membawa koper besarnya masuk ke area bandara.
“Kiyoharu!” panggil Shin beberapa saat sebelum Kiyoharu melakukan check-in.
Kiyoharu menoleh dan kaget melihat kedatangan Shin. “Shin-kun? Kenapa kau ada disini?”
“Kenapa kau meninggalkanku?” tanya Shin sambil mengatur nafasnya.
“Maafkan aku,” jawab Kiyoharu pelan.
“Kiyoharu-kun, aku tidak peduli dengan masa lalumu,” Shin mencoba meyakinkan Kiyoharu.
Kiyoharu tidak berkata apa-apa.
Shin menarik tangan Kiyoharu. “Jangan pergi,”
“Maaf, lebih baik kau melupakanku saja,” Kiyoharu melepaskan pegangan tangan Shin dan segera pergi meninggalkan Shin. Ia sudah menetapkan keputusannya kali ini. Ia tidak mau menarik kata-katanya lagi, meskpun ia merasa sedih karena harus meninggalkan Shin. Ia sadar bahwa Shin juga mungkin sama sedihnya. Tapi ini jalan terbaik untuk mereka. Mungkin mereka memang hanya cocok sebagai teman.
***
I've died a Thousand times; every time you leave my side. But im still alive, because im revived, every time we reunite.
3 tahun kemudian
Kiyoharu kembali ke Tokyo. Kali ini semua terapinya membuahkan hasil. Ia bisa kembali beraktivitas dengan normal dan sekarang ia juga sudah bisa mendirikan fashion label dengan namanya sendiri. Fashion labelnya juga sudah mulai sukses setelah ia berhasil menjalin kerjasama dengan desainer luar negeri. Sebenarnya, Kiyoharu agak malas untuk kembali ke Tokyo. Orang-orang pasti akan menyelidiki soal masa lalunya. Bila mereka tahu ia pernah bekerja di gay bar, semua orang pasti akan menilainya dengan negatif.
Kiyoharu baru saja selesai menghadiri pembukaan salah satu store di daerah Ginza ketika ia tiba-tiba ingin sekali ke kawasan Shibuya. Sudah lama sekali ia tidak pulang ke Tokyo. Ia merasa rindu dengan kawasan ini. Ia lalu menuju ke salah satu area supermarket tempat ia sering berbelanja dulu. Area itu masih sama seperti dulu, hanya saja supermarket itu jadi terlihat lebih bagus.
Kiyoharu melewati sebuah toko yang juga menjual beberapa majalah disana. Biasanya ia suka membeli majalah tentang musik atau tentang fashion di toko itu selama di Tokyo. Kiyoharu kemudian melihat salah satu majalah musik yang memuat profil sebuah band. Sudah lama sekali ia juga tidak pernah bertemu dengan Hitoki dan Shin. Ya, itu band milik Shin. Kiyoharu melihat namanya terpampang dengan jelas di majalah itu. Rupanya Shin masih aktif di dunia musik. Terkadang ia merasa rindu tampil di stage. Begitu Kiyoharu mulai bisa menggerakkan tangannya sesuai keinginannya lagi, ia pun kembali mencoba memainkan gitar. Sesekali ia juga biasa tampil di café-café di London untuk bernyanyi bersama dengan teman-temannya disana.
Kiyoharu juga bertemu dengan seorang wanita yang sangat menyayanginya disana. Meskipun Kiyoharu masih tidak terlalu yakin apa ia bisa melupakan Shin karena terkadang ia masih teringat dengan Shin.
Entah kenapa Kiyoharu akhirnya memutuskan untuk membeli majalah itu. Ia lalu keluar dari toko itu dan melihat seseorang yang ia kenal keluar dari toko musik yang terletak berhadapan dengan toko itu. Orang itu juga melihat ke arahnya dan terdiam.
“Shin-kun,” panggil Kiyoharu dengan suara pelan.
Shin akhirnya tersenyum ke arah Kiyoharu. “Kita bertemu lagi,”
Kiyoharu awalnya hanya terdiam lalu ikut tersenyum. Tempat ini kembali mempertemukan mereka berdua. Shin menghampirinya. Ia memperhatikan orang yang pernah ada di hatinya itu dari atas ke bawah. “Kau benar-benar sudah pulih ya.”
“Ya, aku bisa beraktivitas seperti dulu lagi,” jawab Kiyoharu. Kiyoharu sebenarnya menyadari bahwa ia seharusnya tidak berharap apa-apa lagi pada Shin, tapi ia tetap saja memiki perasaan ini.
“Aku senang kita bisa bertemu lagi. Bagaimana keadaan di London?” tanya Shin mencoba mengajaknya berbicara.
“Biasa saja,” jawab Kiyoharu. Ada perasaan senang dalam dirinya bisa bertemu kembali dengan Shin.
Kiyoharu kemudian berjalan keluar dari toko bersama dengan Shin, namun hujan deras segera menghadang mereka berdua. Kiyoharu yang datang kesini tanpa menaiki mobil pribadi baru saja akan memanggil taksi ketika Shin menawarkan untuk mengantarnya.
Kiyoharu seharusnya menolaknya. Lagipula ia seharusnya menemui seorang wanita yang dekat dengannya setelah ini. Tapi pikiran dan tindakannya selalu berbeda. Tanpa ragu ia masuk ke dalam mobil Shin mengikuti kemanapun Shin membawanya.
***
Shin membawa Kiyoharu menuju ke kamar sebuah penginapan yang ia tempati selama ia di Tokyo. Mereka sempat berbicara sebentar sampai akhirnya Shin memeluk Kiyoharu dengan erat lalu menciumnya. Meskipun Kiyoharu mungkin hanya menemaninya untuk malam ini saja, ia tidak peduli. Yang penting ia bisa melepas kerinduannya pada Kiyoharu.
Kiyoharu sendiri hanya tersenyum. Ia memang tidak bisa melepaskan dirinya dari Shin, sekuat apapun ia mencoba. Meskipun ada sedikit rasa bersalah karena harus berbohong pada orang yang sekarang menyukainya. Tapi ia tidak bisa membohongi perasaannya. Hanya saja, ia sudah berjanji pada wanita itu. Sebuah janji yang sebenarnya tidak boleh untuk dikhianati. Tapi apa boleh buat, ia terpaksa melanggarnya. Ia hanya ingin bersama dengan Shin saat ini.
Kiyoharu hanya menatap Shin yang sedang berbaring di sampingnya setelah mereka berhubungan badan.
“Kenapa kau terus menungguku?” tanya Kiyoharu kemudian saat ia menyandarkan kepalanya di bahu Shin.
“Entahlah, aku juga tidak tahu,” jawab Shin.
“Jawaban macam apa itu? Harusnya kau mengatakan sesuatu mengenai alasanmu. Apa karena tidak ada wanita yang mau denganmu? Atau kau selalu ditinggal oleh wanita lain? Atau…..,”
“Aku hanya tidak tahu saja,” Shin langsung memotong perkataan Kiyoharu. “Tetaplah di sampingku malam ini,” lanjut Shin kemudian mencium bibir Kiyoharu.
“Tentu saja,” jawab Kiyoharu, ia lalu memejamkan matanya. Mungkin ia memang sangat mencintai Shin. Sampai saat ini. Di saat ia sebenarnya sudah menjalin hubungan dekat dengan orang lain pun, ia tidak bisa meninggalkan Shin. Ia tahu, suatu saat ia harus memilih.
“Kiyoharu,” tegur Shin tiba-tiba.
“Apa?” Kiyoharu kembali membuka matanya.
“Bergabunglah dengan bandku lagi,” ajak Shin.
Kiyoharu terdiam. Ia ingin sekali melakukannya tapi kalau seperti itu, ia harus membagi waktunya dengan pekerjaannya sebagai desainer. “Aku harus memikirkannya dulu,”
Shin tersenyum. “Tidak apa-apa. Sekarang kita nikmati saja kebersamaan kita ini,”
Kiyoharu juga tersenyum, ia lalu kembali mencium bibir Shin, ia akan menghabiskan malam ini dengan melayani Shin sampai mereka berdua akhirnya tertidur.
***
Kiyoharu kembali ke hotelnya di pagi hari. Ia hanya mengatakan kalau ia menginap di rumah temannya karena terlalu asyik mengobrol dengan teman lamanya itu pada orang-orang yang mencarinya di hotel dan juga pada seorang wanita yang dekat dengannya. Ia tidak menyadari kalau di sebuah acara pembukaan sebuah fashion store khusus anak muda di Harajuku yang ia datangi dengan wanita itu, Shin juga diundang kesana, menjadi pengisi acaranya. Shin tampil untuk bermain gitar sementara Kiyoharu adalah salah satu desainer yang juga menaruh produk rancangannya di fashion store itu. Kiyoharu hanya menatap Shin dengan pandangan kagum saat Shin tampil di atas stage. Saat itu Shin juga sempat menatap ke arahnya dan tersenyum. Kiyoharu juga sempat membalas senyumannya. Meskipun saat itu ia sedang bersama dengan orang lain. Tidak ada yang mengetahui kedekatan antara dirinya dengan Shin kecuali teman-teman lamanya dan keluarganya. 

 my darlin', your eyes cast aside like a cat..
don't throw me away the heaven of my dreams..
for your sake, until i fall asleep, be near me
my unforgettable darlin' as much as possible, please don't go to that place
just like my heaven.. for my sake, stay just this close to me (kamoku o kureta kimi to kunou ni michita boku)
END PART

No comments:

Post a Comment