Monday, October 7, 2013

FANFIC: ROMANCE OF SCARLET PART 2 (INDONESIAN)

Author: Kageri Ai Mori
Genre: Romance,Yaoi,AU, Angst
Rate: M
Pair: Shin (Kuroyume) x Kiyoharu

Mayoeru Yuritachi (the lost lilies)
"Trying to forget someone you loved is like trying to remember someone you never knew"  
Shin Suzuki baru saja menyelesaikan mengaransemen lagu untuk bandnya yang baru. Ia meletakkan gitarnya dan memasang sebuah headphone ke telinganya untuk mendengarkan hasilnya. Meskipun semuanya sudah terdengar cukup bagus, tapi entah kenapa Shin merasa ada yang sedikit kurang. Shin mencoba mendengarkannya sekali lagi. Tetap saja rasanya ada yang masih kurang bagus. Seorang temannya datang dan menepuk pundaknya. Shin melepas headphonenya dan menoleh. Temannya yang bernama Yoshifumi itu kemudian duduk di sampingnya dan mendengarkan musik dari headphone yang diberikan oleh Shin. Setelah mendengarkannya dengan seksama, ia lalu memberikan komentar tentang hasil aransemen Shin.
”Ini sudah bagus, Shin,” komentar Yoshifumi yang juga merupakan vokalis band mereka.
Shin tersenyum dan menganggukkan kepalanya, ”Terima kasih. Nanti akan kubetulkan lagi, rasanya ada yang kurang,”
”Tapi yang ini benar-benar sudah bagus kok,” balas Yoshifumi. ”Kita pakai aransemen yang ini saja,”
”Oke,” Shin akhirnya menyetujuinya. Ia mengambil sebatang rokok dari bungkus rokok yang tergeletak di atas meja di depannya dan menyalakannya. Saat ini ia sedang berada di sebuah studio di Nagoya bersama teman-teman bandnya. Shin adalah arranger utama dari band ini, karena itu ia mesti sering-sering bolak-balik ke studio untuk mengaransemen lagu untuk bandnya. Tak jarang pula ia membantu band-band baru yang ia kenal dalam urusan aransemen lagu mereka. Shin memang terkenal sebagai salah satu pencipta lagu terbaik di Nagoya ini. Bandnya pun sebentar lagi juga akan memulai debut mereka.
Member band mereka yang lain, yaitu drummer mereka yang bernama Amiya pun mendengarkan lagu baru yang ia kerjakan tadi. Amiya berpikir bahwa sama sekali tidak ada yang kurang dalam lagu itu.
”Baiklah, terima kasih atas kerja kerasmu hari ini, Shin-kun. Jangan lupa, besok kita harus siap-siap untuk penampilan kita di Tokyo,” kata Hitoki, bassis sekaligus leader dalam band mereka menyudahi kegiatan mereka di studio malam itu.
”Ya, kalau begitu aku akan istirahat setelah ini dan bersiap-siap,” Shin akhirnya bangun dari tempat duduknya, memasukkan gitarnya ke dalam tas, kemudian berpamitan dengan member bandnya yang lain. Mereka sendiri juga sudah bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing. Shin berpisah dengan mereka di depan studio dan melangkah pulang menuju ke tempat tinggalnya.
***

Shin sampai di depan apartemennya. Begitu masuk, Shin segera menaruh tasnya dan duduk di atas sofa, melepas lelah setelah sibuk dengan pekerjaannya tadi. Shin memang memutuskan untuk berkarir di dunia musik sejak dulu, karena itu ia sempat menolak beberapa tawaran pekerjaan kantoran yang datang padanya. Jika ia menerima pekerjaan itu, ia akan kesulitan membagi waktunya antara urusan pekerjaannya dengan bermain musik. Untungnya, berkat keahliannya dalam memainkan gitar, ia berhasil mendapatkan kontrak dengan sebuah produsen gitar yang cukup terkenal dan terkadang menjadi model untuk produk terbaru mereka. Tak heran bila ada orang yang mengenalnya ketika ia sedang bepergian, karena wajahnya sekarang mulai sering muncul dalam majalah musik untuk mempromosikan produk gitar terbaru dari produsen itu.
Shin kemudian menatap ke sebuah gitar yang terletak di pojok ruangan. Gitar berwarna biru itu tampak masih bagus tapi sebenarnya ada beberapa bagiannya yang agak rusak. Shin berniat untuk membetulkannya tapi ia tidak punya waktu untuk melakukannya. Mungkin sebaiknya ia membawa gitar itu besok, siapa tahu ia bisa membetulkannya di Tokyo. Shin ingin memakai gitar itu dalam pertunjukkannya di Tokyo. Ada sebuah kenangan tersendiri dengan gitar biru itu. Karena itu ia ingin memakainya untuk pertunjukkan mereka disana. Shin mengambil gitar itu dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian ia menuju ke kamar tidurnya untuk memilih pakaian yang akan ia bawa ke Tokyo. Mereka mungkin akan tinggal agak lama di Tokyo, karena itu Shin menyiapkan sebuah koper yang agak besar untuk membawa pakaian dan segala hal yang ia butuhkan disana. Shin sempat melihat ke sebuah album foto yang terletak di meja dekat tempat tidurnya. Sebuah foto lama tentang bandnya waktu lulus SMA terlihat disana. Shin hanya terdiam menatap foto itu.
***

"Time goes by a lot slower when you miss the one you love." 
Keesokkan harinya, Shin sudah berkumpul bersama member bandnya yang lain di stasiun. Mereka akan menaiki kereta menuju Tokyo. Begitu keretanya tiba, Shin dan yang lain segera menaikinya. Shin duduk di sebelah Hitoki sambil menatap ke luar jendela. Ini memang bukan pertama kalinya ia ke Tokyo. Tapi tetap saja, ada sesuatu yang berbeda tiap kali ia mengetahui bahwa mereka akan ke Tokyo.
Hitoki terdiam di sampingnya kemudian berkomentar, ”Apa yang sedang kau pikirkan?”
”Tidak ada,” jawab Shin.
”Menurutmu apa kita akan bertemu dengannya di Tokyo?” tanya Hitoki lagi.
”Tidak mungkin, Tokyo itu kan sangat luas. Lagipula kalau aku atau kau bertemu dengannya lagi, mungkin saja dia sudah lupa pada kita,” jawab Shin. Meskipun ia sebenarnya berharap yang sebaliknya di dalam hatinya, tapi ia tahu bahwa kenyataannya mungkin seperti itu. Sudah bertahun-tahun ia tidak bertemu dengan orang itu. Bukan tidak mungkin orang itu telah melupakannya, apalagi mereka sama sekali tidak pernah saling menghubungi satu sama lain.
”Ah iya, aku tahu sebuah toko musik yang bagus kalau kau mau membetulkan gitarmu. Tapi aku tidak bisa menemanimu lama-lama disana, aku hanya bisa mengantarmu saja,” kata Hitoki.
”Tidak apa-apa,” jawab Shin singkat, lalu kembali menatap ke luar jendela.
Sesampainya di Tokyo, Shin dan teman-temannya segera menuju ke sebuah rumah tempat mereka akan menginap selama di Tokyo. Rumah ini sebenarnya milik manajer band mereka, dan manajernya itu mengijinkan mereka untuk tinggal sementara di rumah ini selagi mereka berada di Tokyo. Shin segera menaruh barang-barangnya di sebuah kamar yang telah ditentukan oleh manajernya. Kamar yang cukup luas itu akan ia tempati bersama Hitoki. ”Kau mau ke toko musik itu sekarang?” tanya Hitoki.
”Ya, aku ingin tampil menggunakan gitar ini saat kita perform,” jawab Shin.
”Oke, aku akan mengantarmu,” Hitoki kemudian mengajak Shin pergi menuju ke sebuah area supermarket. Tadinya Shin terheran-heran kenapa Hitoki mengajaknya kesini, tapi Hitoki kemudian menunjuk ke sebuah toko musik di area supermarket itu. Shin segera masuk ke toko itu sementara Hitoki melanjutkan perjalanannya ke tempat lain.
***

Akhirnya gitar biru milik Shin bisa dipergunakan seperti semula lagi. Shin tampak puas setelah mencoba memainkannya dan tidak ada masalah dengan gitar itu lagi. Setelah membayar semua ongkos perbaikannya, Shin memasukkan gitar itu ke dalam tasnya lalu berjalan keluar dari toko. Tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang pria yang sedang menatap ke arah etalase toko musik itu. Shin tidak mungkin lupa pada pria ini. Sudah lama sekali ia mencarinya. Ia lah satu-satunya orang yang tidak bisa dilupakan oleh Shin, meskipun ia telah berusaha berulang kali untuk melupakannya. Meskipun ia sekarang tampak lebih stylish daripada dirinya yang dulu, tapi wajah itu sama sekali belum berubah. Shin tidak menyangka ia bisa bertemu dengannya disini. Shin akhirnya memberanikan dirinya menghampiri pria itu.
”Kiyoharu, kau Mori Kiyoharu kan?”  tanya Shin.
Pria itu menoleh. Tebakan Shin memang benar. Pria di hadapannya adalah Kiyoharu Mori, teman sekolahnya, orang yang dulu juga pernah satu band dengannya, sekaligus orang yang dulu ia sukai. Kiyoharu menatapnya dengan pandangan bingung dan kaget.
”Kau tidak ingat denganku?” tanya Shin.
”Shin-kun?” tebak Kiyoharu. Ia masih terlihat heran.
Shin tersenyum dan merasa lega karena Kiyoharu masih mengingatnya. Mereka sudah bertahun-tahun tidak pernah bertemu lagi. Kiyoharu masih terlihat menawan seperti dulu. ”Ah, syukurlah kau masih ingat denganku.”
Kiyoharu tampaknya baru selesai berbelanja. Shin melihat ia sedang membawa 2 bungkus kantong plastik berisi barang belanjaannya. Kiyoharu tampak agak gugup dan canggung ketika ia bertemu dengan Shin lagi.
”Bagaimana kabarmu sekarang? Sudah lama sekali kita tidak bertemu,” Shin mencoba mengajak Kiyoharu berbicara lagi. Ia benar-benar merindukan suara Kiyoharu selama ini dan juga semua hal tentang Kiyoharu. Kiyoharu pergi begitu saja meninggalkannya setelah mereka sempat terlibat pertengkaran saat sama-sama masih berada dalam satu band. Setelah itu Shin memutuskan untuk keluar dari band yang didirikan oleh Kiyoharu itu. Kiyoharu masih berusaha meneruskan kegiatan bermusiknya dengan band itu beberapa saat sebelum akhirnya ia membubarkan band itu dan pindah ke Tokyo. Setelah itu Shin benar-benar tidak mengetahui kabar tentang Kiyoharu lagi. Ia pernah bertemu dengan adik Kiyoharu tapi adiknya juga mengatakan kalau kakaknya itu sekarang sudah jarang pulang ke Gifu.
”Aku baik-baik saja. Aku hanya sibuk bekerja saja,” Kiyoharu yang tadi sempat menatap Shin kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke sebuah gitar elektrik yang dipajang di etalase toko musik itu. Shin berusaha menanyakan soal pekerjaan Kiyoharu sekarang tapi Kiyoharu sepertinya tidak tertarik untuk menceritakannya pada Shin. Shin masih menatap Kiyoharu yang berdiri di depannya. Kiyoharu yang sekarang memang terlihat sedikit berbeda dari Kiyoharu yang ia kenal dulu, tapi bagi Shin itu tidak terlalu penting lagi, yang penting adalah ia bisa bertemu dengan Kiyoharu. Entah kenapa, Shin kembali merasakan perasaan saat ia masih bersama Kiyoharu dulu. Ia harus mengakui kalau ia sekarang masih menyukai Kiyoharu. Shin pernah dekat dengan beberapa orang setelah ia berpisah dengan Kiyoharu, tapi tetap saja perasaan yang ia rasakan berbeda dengan yang ia rasakan sekarang. Shin kemudian mengajak Kiyoharu untuk datang ke konser bandnya. Hitoki pasti akan kaget bila tahu bahwa ia berhasil bertemu kembali dengan Kiyoharu.
”Baiklah, kalau aku sempat, aku pasti datang,” jawab Kiyoharu, membuat Shin kembali merasa sedikit lega karena Kiyoharu mau menerima ajakannya. Namun ia masih belum ingin pertemuan ini berakhir. Begitu Kiyoharu sepertinya akan pergi, ia mengajak Kiyoharu untuk makan siang dengannya. Kiyoharu sempat terdiam. Sepertinya Kiyoharu akan menolak ajakannya.
”Aku harus kerja di malam hari, jadi.... mungkin aku tidak bisa.....,” Kiyoharu memberikan jawabannya. Tapi Shin belum menyerah. Ia kemudian bertanya, ”Kalau begitu boleh aku ke tempatmu?”
Kiyoharu menatap Shin dengan heran. Tadinya Shin berpikir bahwa ia akan ditolak lagi, tapi di luar dugaan, Kiyoharu justru menyanggupinya. Ia lalu mengajak Shin mengikutinya ke tempat parkir. Shin mengikuti Kiyoharu sampai ke tempat Kiyoharu memarkir mobilnya. Ia sempat kaget melihat ternyata Kiyoharu justru memiliki sebuah mobil Mercy mewah yang pastinya berharga sangat mahal. Shin berusaha menanyakannya pada Kiyoharu tapi Kiyoharu hanya menjelaskan bahwa ia bisa membeli mobil ini berkat hasil kerja kerasnya. Shin menatap Kiyoharu yang sedang mengendarai mobilnya di sampingnya. Dalam hati, ia mulai sedikit merasa ragu apakah Kiyoharu masih menyukainya atau tidak. Kiyoharu sepertinya sudah lebih sukses dari dirinya. Pasti ia sekarang sudah memiliki seseorang untuk menjadi kekasihnya.
***

"In a room full of people, you’re always the first one I look for" 

Flashback
Shin Suzuki melihat ke arah teman sekelasnya yang duduk di dekatnya. Kiyoharu Mori kembali tertidur di dalam kelas. Ia menaruh buku pelajaran tepat di hadapannya, tapi ia sendiri justru tertidur sambil melipat tangannya di atas meja. Shin mencoba memakluminya. Pasti ia masih mengantuk karena semalam band mereka mesti tampil di sebuah livehouse di Nagoya. Shin dan Kiyoharu memang tergabung dalam sebuah band yang sama. Sebenarnya peraturan sekolah melarang murid-murid untuk bekerja sambilan ataupun berkeliaran diluar saat malam hari, karena di daerah ini pernah terjadi beberapa kasus pemerkosaan dan perampokan. Tapi karena mereka selalu mendapatkan jadwal manggung yang cukup malam, mereka terpaksa tidak menaati peraturan itu. Selama ini mereka juga tidak pernah tertangkap saat sedang melanggar aturan itu karena baik Shin dan Kiyoharu selalu tampil dengan menggunakan make-up dan rambut palsu. Band mereka sekarang juga sudah memiliki cukup banyak penggemar setia di Nagoya. Meskipun mungkin tidak ada yang tahu bahwa mereka masih duduk di kelas 3 SMA.
”Mori!” tegur guru sejarah yang sekarang sedang menghampiri Kiyoharu dan memukul kepalanya dengan buku supaya ia bangun.
Kiyoharu memegang kepalanya dan membuka matanya. Dengan cueknya ia justru memprotes tindakan sang guru yang menyebabkan ia terpaksa diusir keluar dari kelas sementara. Shin hanya tersenyum melihat tingkah Kiyoharu barusan.
”Baiklah, sekarang kumpulkan tugas rumah kalian, bagi yang tidak membawa, silakan bergabung dengan Mori diluar kelas,” tegas guru sejarah itu. Shin mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, tapi kemudian ia kembali memasukkannya dan justru mengangkat tangannya.
”Sensei, maaf aku lupa membawanya,” kata Shin, membuat guru itu melihatnya dengan heran.
”Suzuki, kau sudah dengar kata-kataku sebelumnya kan? Yang tidak membawa tugas rumah, silakan menunggu diluar,” guru sejarah itu kembali menegaskan kata-katanya.
”Maaf sensei,” Shin bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan keluar kelas tanpa mempedulikan tatapan teman-teman sekelasnya. Mereka pasti heran karena biasanya Shin jarang sekali lupa membawa tugas rumah, bahkan beberapa temannya tadi pagi sempat bertanya soal tugas ini dan Shin menjawab kalau ia sudah mengerjakannya.
Shin membuka pintu kelas dan membuat Kiyoharu yang tadinya sedang berdiri sambil menguap di dekat pintu menoleh ke arahnya. ”Shin-kun, kau diusir juga?” tanya Kiyoharu dengan heran.
”Ya, aku lupa membawa tugas,” jawab Shin.
”Eh? Tumben sekali. Biasanya kau yang rajin mengingatkanku soal tugas sekolah,” Kiyoharu masih terlihat heran.
”Tadi pagi aku sedang buru-buru,” Shin ikut berdiri di samping Kiyoharu. Kiyoharu masih menatapnya dengan heran. Shin menatap ke arahnya juga kemudian tersenyum, ”Bagaimana kalau kita pergi ke atap?” ajak Shin.
”Hah? Tapi kita kan masih ada pelajaran setelah ini,” ujar Kiyoharu.
”Tidak apa-apa, ayo,” Shin akhirnya berhasil membujuk Kiyoharu. Kiyoharu sendiri memang senang datang ke atap sekolah ini hanya untuk menenangkan dirinya. Shin membuka pintu menuju ke atap sekolah. Cuaca saat ini tidak terlalu panas, awan mendung mulai menghiasi langit, tapi itu tidak menjadi alasan bagi mereka berdua untuk tidak datang kesini. Kiyoharu melangkah keluar sambil meregangkan tangannya, menghirup udara yang saat itu terasa agak dingin.
”Harusnya kita bawa jaket ya tadi,” Shin tertawa kecil.
”Tidak usah, nanti pak tua itu bisa tahu kalau kita bolos pelajarannya,” Kiyoharu kemudian menuju ke pagar pembatas, melihat ke arah lapangan baseball yang ada di bawah.
”Kau ingin main baseball lagi?” tanya Shin.
“Ya, tapi sekarang kita kan sudah mau lulus. Mungkin suatu saat nanti aku bisa main baseball lagi,” jawab Kiyoharu.
Shin berdiri di samping Kiyoharu, ”Kalau dipikir-pikir ada untungnya juga ya waktu itu aku tidak ikut latihan dan kau justru yang datang untuk memanggilku. Kalau saja kau tidak masuk ke ruang musik itu, mungkin kita tidak akan jadi seperti ini sekarang,”
Kali ini giliran Kiyoharu yang tertawa. ”Itu hanya kebetulan saja,”  Ia kemudian terdiam.
Shin juga terdiam. Ia kembali teringat peristiwa setahun yang lalu. Shin dan Kiyoharu sebenarnya bergabung dalam klub yang sama yaitu klub baseball, tapi saat itu Kiyoharu lebih pendiam dari Shin dan Shin sendiri juga tidak berniat untuk mengenal Kiyoharu, apalagi karena kelas mereka berbeda.  Suatu hari Shin memilih untuk bolos latihan. Ia memilih untuk berada di ruang musik dan sedang memainkan gitarnya ketika Kiyoharu masuk dan memintanya untuk datang ke latihan baseball. Kiyoharu yang mendengarkan permainan gitar Shin merasa kagum dengan bakat Shin. Ia melupakan niatnya semula untuk mengajak Shin latihan dan justru berada disana, berbicara soal musik dengan Shin. Sejak itulah, mereka berdua jadi sering berbicara dan menjadi teman. Apalagi Kiyoharu kemudian mendirikan sebuah band dan mengundang Shin untuk bergabung ke dalam bandnya.
Kiyoharu hanya terdiam di samping Shin untuk beberapa saat. Kemudian ia memilih untuk duduk sambil bersandar pada pagar pembatas. ”Nanti malam kita latihan lagi ya?” ujar Kiyoharu.
Shin ikut duduk di samping Kiyoharu, ”Ya, besok kita masih ada perform lagi,” jawab Shin.
”Aku mau istirahat sebentar,” Kiyoharu kembali menguap. Tak berapa lama ia kembali memejamkan matanya di saat Shin sedang berkomentar soal penampilan mereka semalam. Shin yang heran karena Kiyoharu tidak membalas kata-katanya menatap ke arah Kiyoharu dan akhirnya tersenyum. ”Kau itu, bisa-bisa kau kedinginan nanti,” ujar Shin. Ia lalu merangkul Kiyoharu. Kiyoharu sendiri masih belum bangun, sepertinya ia memang sangat mengantuk. Shin membiarkan kepala Kiyoharu bersandar di pundaknya dan masih tetap merangkulnya, supaya Kiyoharu tidak terlalu kedinginan saat bangun nanti.
Shin sebenarnya sangat menyukai Kiyoharu. Awalnya ia mengira ia hanya mengagumi kemampuan vokal Kiyoharu, tapi ternyata perasaannya sekarang sudah berubah menjadi rasa suka pada Kiyoharu. Shin selalu ingin berada di dekat Kiyoharu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan Kiyoharu. Baru kali ini ia merasakan perasaan ini terhadap seorang laki-laki. Terkadang ia merasa sedikit takut bila ternyata Kiyoharu tidak menyukainya, apalagi terkadang Kiyoharu seperti menghindarinya. Namun ia tidak dapat mengingkari perasaannya. Makin lama ia makin tidak ingin menjauh dari Kiyoharu.
***

Live perform kali ini berjalan dengan sukses. Seperti biasa, Kiyoharu sama sekali tidak melepaskan rambut palsunya ataupun menghapus makeupnya. Ia takut para guru mengetahui kalau ia berada di luar saat malam hari. Ia bisa terkena hukuman dan bila ia sampai terkena hukuman, ayahnya pasti akan sangat marah padanya. Setidaknya itulah alasan yang ia berikan pada Shin.
Shin menatap ke arah Kiyoharu yang sedang duduk di depannya, menunggu teman-teman mereka yang lain membereskan peralatannya. Bila sedang mengenakan make-up seperti ini, Kiyoharu memang terlihat cantik. Mungkin sekilas tidak ada yang akan mengenali kalau ia sebenarnya seorang laki-laki. Shin mengambil sebatang rokok dan menyalakannya.
”Kau melanggar aturan sekolah,” komentar Kiyoharu saat Shin menghembuskan asap rokoknya.
”Kau sendiri juga sama,” balas Shin.
Kiyoharu hanya tertawa. Ia akhirnya bangun dan membetulkan gaun panjang berwarna hitam yang ia kenakan.
”Ada apa?” tanya Shin.
”Aku hanya merasa kurang nyaman saja. Ada seorang pria yang dari tadi memperhatikanku,” jawab Kiyoharu.
”Mungkin karena kau terlihat cantik,” komentar Shin.
”Yang benar saja,” protes Kiyoharu. Sepertinya ia masih merasa kurang nyaman. Shin akhirnya menarik tangan Kiyoharu. ”Kalau begitu kau duduk di dekatku saja,” ujar Shin. Shin sempat merasakan kalau Kiyoharu menatapnya dengan pandangan yang aneh, tapi ia tetap memegang tangan Kiyoharu sampai akhirnya Kiyoharu menuruti perkataannya. Beberapa menit kemudian, Shin dipanggil oleh salah satu teman band mereka dan terpaksa meninggalkan Kiyoharu sendiri.
Saat ia kembali, Kiyoharu masih ada di tempat duduknya yang tadi, tapi di tangannya sekarang terdapat sebuah gelas yang sepertinya berisi minuman beralkohol.
”Kiyoharu-kun, kenapa kau malah membeli minuman seperti ini?” protes Shin sambil mengambil gelas itu.
”Ah, aku dibelikan seseorang,” jawab Kiyoharu.
”Bodoh, jangan seenaknya menerima minuman beralkohol begitu saja,” protes Shin lagi. Ia lalu memakai tas gitarnya. ”Mereka sudah selesai, ayo kita pulang,” ajak Shin.
”Nanti saja, aku masih ingin disini,” ujar Kiyoharu.
”Kiyoharu-kun, nanti kau dicari ibumu lagi,” Shin menjauhkan gelas minuman itu dari jangkauan Kiyoharu, tapi Kiyoharu kembali mencoba merebutnya sehingga ia pun harus meminum minuman itu supaya Kiyoharu tidak mengambilnya.
”Shin, Kiyoharu, kami duluan ya,” tegur Hiro, drummer dari band mereka bersama dengan Masaru, bassis mereka.
”Oke,” jawab Shin. Mereka berdua lalu meninggalkan Shin dan Kiyoharu. Shin masih berusaha membujuk Kiyoharu, tapi akhirnya ia melihat ke arah pria yang dari tadi memperhatikan Kiyoharu sedang menatap tajam ke arahnya. Sepertinya pria itu tidak suka pada Shin. Tapi Shin tidak peduli. Ia kembali menarik tangan Kiyoharu.
”Aduh, kau itu benar-benar suka sekali memaksa,” keluh Kiyoharu yang akhirnya berdiri juga dari tempatnya. Shin merasa kalau sepertinya Kiyoharu mulai sedikit mabuk. Ia bahkan hampir saja meninggalkan tasnya di tempat itu, untung saja Shin segera membawanya. Pria yang tadi memperhatikan Kiyoharu itu juga bersiap untuk bangun dari tempat duduknya dan sepertinya akan menggoda Kiyoharu.
Shin segera mendekati Kiyoharu yang sedang berjalan di depannya dan segera merangkul pinggangnya, seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih. Kiyoharu sempat merasa aneh dengan tindakan Shin, tadinya ia baru saja akan protes, tapi Shin menyuruhnya untuk diam sampai mereka melewati pria itu. Pria itu yang tadinya hendak menggoda Kiyoharu akhirnya mengurungkan niatnya karena Shin sama sekali tidak melepaskan rangkulannya dari Kiyoharu dan justru makin membuat Kiyoharu jadi lebih dekat dengan dirinya.
”Shin, kau tidak perlu melakukan hal seperti ini,” protes Kiyoharu ketika mereka sudah berada di luar.
”Tidak apa-apa, aku cuma tidak ingin terjadi sesuatu padamu,” jawab Shin sambil tersenyum.
Kiyoharu terdiam, lalu berkata, ”Kepalaku jadi pusing,”
Shin melepaskan rangkulannya. ”Sudah kubilang kan, jangan sembarangan menerima minuman dari orang tak dikenal,” tapi kemudian Shin teringat sesuatu. Biasanya orang yang sedang mabuk tidak akan ingat apa yang ia katakan pada keesokan harinya. Shin tersenyum sambil merencanakan sesuatu. Ia lalu kembali menggandeng Kiyoharu karena jalan Kiyoharu yang mulai sempoyongan.
”Kiyoharu-kun, aku ingin tahu, apa ada orang yang sedang kau suka sekarang?” tanya Shin.
”Begitulah, tapi aku tidak tahu apa dia juga suka padaku atau tidak,” jawab Kiyoharu sambil sesekali memegang kepalanya.
”Lalu, apa orang itu dekat denganmu? Sekelas denganmu?”
”Ya,” jawab Kiyoharu lagi, ”Dia sekelas denganku,”
”Lalu, apa namanya adalah Suzuki Shin?” tebak Shin.
“Benar,” jawab Kiyoharu tanpa menyadari apa yang ia katakan, “Darimana kau tahu?”
”Hanya menebak saja,” Shin tertawa.
Di tengah perjalanan, Kiyoharu tiba-tiba terjatuh. Shin yang panik mengira terjadi sesuatu pada Kiyoharu, tapi rupanya Kiyoharu hanya tertidur. Shin kemudian menggendong Kiyoharu dan mengantar Kiyoharu ke rumahnya. Untung saja kedua orangtua Kiyoharu sudah tidur lebih dulu, jadi ia hanya bertemu dengan adiknya yang segera membawa kakaknya itu menuju ke kamarnya. Shin kemudian kembali ke rumahnya dengan rasa kantuk yang luar biasa. Ia menduga minuman yang diminum oleh Kiyoharu sudah dicampur dengan obat tidur sebelumnya. Untung saja ia tidak membiarkan Kiyoharu meminum semuanya.
Keesokan harinya, Kiyoharu dan Shin kembali terkena hukuman karena mereka berdua sama-sama datang terlambat ke sekolah. Lagi-lagi mereka terpaksa berdiri di luar kelas.
”Kepalaku masih pusing,” keluh Kiyoharu.
”Kemarin kau salah mengambil minuman, makanya kau pusing,” jelas Shin.
”Benarkah? Aku tidak ingat,” Kiyoharu memegangi kepalanya.
Shin hanya tersenyum.
”Kenapa? Sepertinya kau bahagia sekali,” tanya Kiyoharu dengan heran sambil menatap Shin.
”Kiyoharu, ada orang yang kau sukai?” Shin balik bertanya.
”Eh? Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?” Kiyoharu makin heran.
”Hanya ingin tahu saja,”
”Itu bukan urusanmu,” jawab Kiyoharu singkat, yang membuat Shin terpaksa menahan tawanya.
”Kenapa? Ada yang salah dengan ucapanku?” protes Kiyoharu.
”Tidak,” balas Shin. Dalam hati ia merasa senang karena ternyata Kiyoharu memiliki perasaan yang sama dengan dirinya. Baginya itu sudah cukup, karena ia tidak ingin kehilangan Kiyoharu sebagai sahabatnya.
End of flashback
***
“Love is just a word, until you find someone that gives its definition.”
Di luar dugaan Shin, apartemen tempat tinggal Kiyoharu ternyata tidak terlalu mewah. Mungkin apartemen ini justru lebih mirip dengan apartemen tempat ia tinggal di Nagoya.
”Aku harus menyimpan uangku untuk segala keperluanku disini dan juga untuk keluargaku di Gifu,” jelas Kiyoharu ketika Shin menanyakan hal itu padanya. Shin juga sempat menanyakan kenapa ia tidak pernah lagi pulang ke Gifu, tapi Kiyoharu menjawab bahwa ia pernah ke Gifu meskipun tidak sesering dulu lagi.
Shin duduk di atas sofa dan menaruh tas gitarnya. Meskipun ia senang bisa bertemu dengan Kiyoharu, tapi ia jadi sedikit merasa tidak tenang berada di dekat Kiyoharu. Ia sendiri juga tidak mengerti kenapa. Mungkin karena ia masih berpikir bahwa tidak mungkin mereka bisa seperti dulu lagi. Kiyoharu kemudian duduk di samping Shin.
”Boleh aku melihat gitarmu?” tanya Kiyoharu.
”Silakan saja,” Shin membuka tas gitarnya dan menyerahkan gitar itu pada Kiyoharu. Kiyoharu sepertinya agak kaget melihat Shin masih menyimpan gitar itu. Shin masih merawat gitar ini dengan baik karena gitar ini adalah gitar yang dipilih sendiri oleh Kiyoharu saat Kiyoharu menemani Shin pergi berkeliling toko musik di Nagoya untuk mencari gitar yang bagus setelah gitar lamanya yang berwarna silver mulai agak rusak.
Kiyoharu sempat tersenyum melihat gitar itu. Shin yang melihatnya juga ikut merasa senang karena Kiyoharu masih belum melupakan semua kenangan itu. Kiyoharu kemudian mencoba memainkan salah satu lagu milik band mereka dulu. Shin hanya menatapnya. Ia benar-benar merindukan semua ini. Mendengar suara Kiyoharu menyanyikan lagu yang ia aransemen. Mungkin inilah hal yang selalu hilang saat ia sedang mengarang atau membuat komposisi sebuah lagu. Mungkin semua itu karena jauh di dalam hatinya, ia menginginkan Kiyoharu untuk menyanyikan lagunya.
”Ada apa? Apa ada yang aneh dengan wajahku?” tanya Kiyoharu heran ketika Shin hanya menatapnya.
Shin tertawa,”Tidak. Aku hanya merasa rindu dengan suaramu,”
Kiyoharu tampak agak malu mendengarnya. Shin hanya tersenyum melihat Kiyoharu seperti itu. ”Ah iya, aku tidak bisa menemanimu sampai malam, karena aku harus bekerja,” jelas Kiyoharu sambil mengembalikan gitar tersebut pada Shin.
”Tidak apa-apa, aku juga harus latihan,” Shin langsung memakluminya.
Mereka kemudian melanjutkan pembicaraan mereka mengenai berbagai macam hal, termasuk kegiatan mereka setelah mereka berpisah. Tapi Kiyoharu masih belum mau bicara banyak mengenai pekerjaannya sekarang selain bahwa ia harus bekerja di malam hari. Shin juga sempat menanyakan pada Kiyoharu soal siapa pasangannya sekarang. Kiyoharu hanya tertawa dan menjawab bahwa ia belum memiliki pasangan saat ini dan membuat Shin merasa lebih tenang dari sebelumnya. Agak aneh juga sebenarnya bila ia masih memiliki perasaan suka ini pada Kiyoharu padahal mereka sudah lama tidak pernah bertemu. Namun ia sadar bahwa ia masih harus kembali dan latihan untuk penampilan bandnya nanti.
”Aku senang bisa bertemu denganmu kembali, Kiyoharu-kun,” Shin kemudian memeluk Kiyoharu. Ia tidak bisa menahan perasaannya lagi. ”Aku sudah lama sekali ingin bertemu denganmu lagi. Aku sangat merindukanmu,” ujar Shin di dekat telinga Kiyoharu.
”Aku juga,” gumam Kiyoharu pelan. Shin dapat merasakan bahwa tangan Kiyoharu juga memeluk tubuhnya. Shin mempererat pelukannya. Tidak ingin berpisah dari situasi ini. Sepertinya Kiyoharu juga merasakan hal yang sama dengannya. Kiyoharu hanya terdiam tapi Shin bisa merasakan kalau Kiyoharu sama sekali tidak membencinya. Ia sepertinya merasa sangat nyaman berada dalam pelukan Shin.
”Aku selalu memikirkanmu,” Shin akhirnya memberanikan dirinya untuk mencium kening Kiyoharu, ”Kau tahu, aku menyukaimu,”
Kiyoharu tidak memberikan respon apapun. Untuk beberapa saat mereka hanya terdiam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. Shin kemudian melepaskan pelukannya, ”Boleh aku kesini lagi?”
”Boleh saja. Tapi malam hari aku harus bekerja,” jawab Kiyoharu.
”Aku akan meneleponmu kalau aku mau kesini,” Shin kemudian berpamitan dan meninggalkan apartemen Kiyoharu.
***
”Kau lama sekali,” protes Hitoki ketika Shin sampai di tempat latihan mereka. Shin hanya tersenyum, ”Maaf, tadi ada sebuah kejadian tidak terduga saat aku mau kembali kesini.”
”Kejadian apa?” tanya Hitoki penasaran.
”Aku bertemu dengannya,” jawab Shin, masih sambil tersenyum, dan ia akhirnya tertawa melihat reaksi kaget dari Hitoki.
”Benarkah?” tanya Hitoki, memastikan bahwa ia tidak salah dengar, ”Kau bertemu dengan dia? Dengan Kiyoharu-san?”
Shin menganggukkan kepalanya. ”Dia masih ingat dengan kita,” jelas Shin lagi sambil memasang gitarnya ke amplifiernya.
”Aku ingin sekali bertemu dengannya lagi,” kata Hitoki.
”Dia akan datang di acara live kita,” jelas Shin dengan tenang.
”Heeeeeeee?” Kali ini justru teman-teman band mereka yang kaget. ”Kiyoharu-san akan datang?” Yoshifumi kembali menanyai Shin.
”Iya benar,” balas Shin dengan sedikit malas-malasan. Tapi kemudian ia teringat sesuatu. ”Hitoki, boleh aku sedikit mengubah susunan acara kita? Aku ingin memberikan sebuah kejutan untuknya,”
Hitoki berpikir sebentar, ”Maksudmu kau ingin kita menampilkan lagu-lagu lama kita bersamanya,”
Shin tersenyum, ”Kau benar,”
Hitoki meraih bassnya, ”Baiklah, kalau begitu kita latihan membawakan lagu-lagu itu saja,”
Latihan itu pun dimulai, bukan dengan lagu yang biasa mereka bawakan, tapi mereka latihan menggunakan lagu-lagu lama milik band Kiyoharu dulu.
***

Shin merapikan penampilannya di depan kaca ruang ganti milik band mereka. Ia yakin sekali Kiyoharu akan datang malam ini karena ia sudah memberikan tiket untuk Kiyoharu dan Kiyoharu sendiri juga bilang padanya bahwa ia akan datang malam ini. Shin masih sibuk menggunakan eyeliner-nya ketika Hitoki menghampirinya, menanyakan apakah ia masih yakin untuk mengadakan kejutan ini untuk Kiyoharu. Butuh waktu cukup lama untuk meyakinkan manajer mereka supaya mereka bisa melakukan kejutan ini, karena itu berarti mereka harus mengubah setlist mereka. Tapi Shin membantu Hitoki untuk meyakinkan manajer mereka hingga akhirnya mereka berhasil mendapat persetujuan dari manajer mereka dan juga semua pihak yang mengurus live mereka kali ini.
Shin menyelesaikan makeupnya dan merapikan kostumnya lagi, kemudian menuju ke backstage bersama personil band mereka yang lain. Shin memakai gitar birunya dan keluar lebih dulu bersama Hitoki dan Amiya untuk menyapa fans mereka. Yoshifumi menyusul di belakang mereka. Para fans mulai berteriak memanggil nama mereka. Hitoki sempat melihat ke barisan penonton kemudian ia menatap Shin dengan pandangan senang. Shin melihat ke arah penonton dan menemukan Kiyoharu berdiri di dekat stage. Posisi yang cocok untuk kejutan mereka nanti. Shin sempat mendekati Hitoki, ”Sudah kubilang kan,” komentar Shin.
Mereka lalu membawakan lagu-lagu andalan mereka. Shin merasa aneh juga melihat Kiyoharu yang sekarang menyaksikan mereka dari arah penonton. Mereka dulu terbiasa untuk berada dalam stage yang sama, membawakan lagu-lagu mereka. Sampai tiba waktunya Shin melakukan kejutannya. Shin melangkah maju ke depan, menghentikan permainan mereka saat Yoshifumi mengumumkan kalau akan ada bintang tamu dalam live kali ini. Shin mengulurkan tangannya ke arah Kiyoharu yang membuat Kiyoharu sangat kaget. Yoshifumi kemudian mengumumkan kalau bintang tamu kali ini adalah Kiyoharu dan mempersilakan Kiyoharu untuk bergabung dengan mereka. Kiyoharu masih tampak kaget dan tidak menyangka akan semua ini. Ia bahkan sempat menanyakan pada Shin apa ia yakin atau tidak dengan apa yang ia lakukan. Shin kemudian meyakinkannya dan membuat Kiyoharu sedikit tenang. Awalnya Kiyoharu masih terlihat ragu, tapi kemudian ia mulai menikmati penampilannya dan mulai atraktif di atas stage seperti dulu. Banyak fans yang juga tidak menyangka dengan kejutan ini, tapi mereka sangat menikmatinya. Untuk merayakan keberhasilan mereka dalam memberikan kejutan untuk Kiyoharu dan juga kesuksesan live mereka, Shin mengajak Kiyoharu untuk bergabung bersama teman-temannya untuk minum bersama.
***
Loving you is not just about having someone I can live with, but having someone I can't live without. 

Ketika sedang menuju ke tempat tinggal sementaranya di Tokyo, Shin yang baru saja selesai berbelanja untuk teman-temannya tak sengaja mendengar percakapan 2 orang wanita yang sedang duduk di dekatnya di dalam bis. Mereka membicarakan tentang sebuah host club yang Shin sendiri tidak mengetahui dimana lokasinya. Tadinya Shin tidak terlalu mempedulikannya karena ia sendiri bukan tipe orang yang suka ikut campur urusan orang lain, tapi yang membuatnya sedikit terkejut adalah ketika wanita itu membicarakan tentang seseorang bernama Kiyoharu yang mereka sebut sebagai pusat perhatian dari host club tersebut.
Shin tidak ingin menanggapinya karena ia masih berpikir bahwa Kiyoharu itu tidak mungkin adalah orang yang sama dengan yang ia kenal. Namun ia mulai sedikit curiga ketika mereka mengatakan bahwa Kiyoharu kemarin tidak datang di host club. Kelihatannya para wanita ini menyukai Kiyoharu. Mereka terlihat kecewa karena Kiyoharu tidak datang di host club di malam yang sama ketika Shin dan bandnya mengadakan live.
Shin lebih dulu sampai di tempat tujuannya daripada kedua wanita itu, jadi ia tidak bisa mendengarkan kelanjutan cerita mereka mengenai Kiyoharu yang ada di host club itu. Ia kemudian menyerahkan belanjaannya pada Yoshifumi yang sedang menunggunya.
”Yoshifumi-kun, bilang pada Hitoki-kun aku mau pergi dulu sebentar ya,” kata Shin pada Yoshifumi.
”Kau mau pergi kemana?” tanya Yoshifumi.
”Ada sesuatu yang harus aku pastikan,” jawab Shin. Ia lalu pergi meninggalkan Yoshifumi. Untung saja Shin masih mengingat jalan menuju ke apartemen Kiyoharu. Tapi di tengah jalan, ia melihat sebuah host club. Tiba-tiba saja ia penasaran dengan apa yang dikatakan oleh kedua wanita tadi. Shin akhirnya masuk ke host club itu.
”Maaf, apa ada yang bisa kami bantu?” tanya penjaga host club yang mungkin heran kenapa pria sepertinya mendadak masuk ke tempat ini.
”Aku hanya ingin tahu, apa ada host disini yang bernama Kiyoharu?” Shin langsung menanyakan hal itu pada penjaganya. Penjaga itu melihat sebuah buku yang mungkin berisi daftar nama para host disitu, kemudian menjawab, ”Maaf, tidak ada yang bernama Kiyoharu disini,”
”Boleh aku melihat daftarnya?” tanya Shin lagi.
Penjaga itu memberikan buku itu pada Shin. Shin memang tidak menemukan foto Kiyoharu disana. ”Baiklah, terima kasih,” ia lalu keluar dari host club tersebut. Mungkin orang yang dimaksud itu memang bukan Kiyoharu. Sepertinya tidak mungkin Kiyoharu melakukan pekerjaan seperti ini. Dulu Kiyoharu selalu merasa risih bila ada orang yang terlalu memperhatikannya.
Shin kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke apartemen Kiyoharu. Sesampainya di depan apartemen Kiyoharu, ia memencet belnya beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Shin tiba-tiba teringat kalau Kiyoharu harus bekerja di malam hari. Baru saja Shin akan meninggalkan tempat itu ketika ia melihat Kiyoharu datang.
”Ada apa, Shin-kun?” sapa Kiyoharu.
”Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin bertemu denganmu saja,” jawab Shin.
Kiyoharu kemudian tersenyum, ”Aku baru saja mengundurkan diri dari pekerjaanku,” jelasnya sambil membuka pintu apartemennya.
”Hah? Kenapa?” tanya Shin heran. Bukankah Kiyoharu yang bilang bahwa dari pekerjaannya itu lah ia bisa mendapatkan mobil mewah seperti yang ia miliki sekarang?
Kiyoharu menutup pintu apartemennya, tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Shin. Ia justru berterima kasih pada Shin yang membuat Shin makin heran. Kiyoharu kemudian menjelaskan kalau Shin telah menyadarkannya bahwa ia jadi ingin sekali membuat band bersama Shin lagi. Shin tersenyum. Ia juga ingin melakukan hal yang sama. Memang pertengkarannya dengan Kiyoharu waktu itu membuatnya sempat kesal pada Kiyoharu untuk beberapa lama. Tapi ternyata ia justru tidak bisa membenci Kiyoharu. Setelah ia keluar, ia masih diam-diam mengikuti perkembangan band milik Kiyoharu sampai akhirnya mereka bubar.
Kiyoharu sendiri sekarang terlihat menyesal telah melakukannya. Mendadak ia meminta maaf pada Shin dan menyampaikan penyesalannya. Shin menatap Kiyoharu yang sekarang berada di hadapannya. Ia tidak bisa menahan dirinya lagi sekarang untuk tidak menyatakan perasaannya pada Kiyoharu. Shin memegang wajah Kiyoharu kemudian mencium bibirnya. Ia dapat merasakan kalau Kiyoharu sepertinya kaget dengan tindakannya barusan. ”Shin-kun,” ujar Kiyoharu ketika Shin menyudahi ciumannya. Tatapan matanya masih dipenuhi oleh rasa kaget dan tidak percaya atas tindakan Shin barusan.
”Jangan pikirkan itu lagi, itu semua sudah masa lalu,” Shin kembali menatap wajah orang yang ia cintai itu dan membelai lembut rambutnya, ”Aku sudah memaafkanmu,”
Senyuman Kiyoharu membuatnya yakin bahwa Kiyoharu benar-benar memiliki perasaan yang sama dengannya. Shin saat itu benar-benar sudah tidak mempedulikan apa-apa lagi kecuali bisa bersama dengan Kiyoharu. Ia memeluk Kiyoharu, menciumnya dan melepaskan semua kerinduan yang selama ini terpendam dalam dirinya. Untuk malam ini, Kiyoharu hanyalah milik dirinya.
***

Dulu sewaktu Shin menyadari bahwa ia mencintai Kiyoharu, Shin selalu berharap saat ia membuka matanya, ia bisa melihat wajah Kiyoharu berada di dekatnya. Tapi dari dulu ia tidak pernah mengungkapkan perasaannya tersebut terang-terangan pada Kiyoharu karena Kiyoharu pasti akan merasa aneh bila mengetahui teman baiknya justru jatuh cinta padanya. Baru sekarang lah keinginan Shin terkabul. Ia melihat wajah rupawan Kiyoharu di depan matanya saat ia baru saja bangun dari tidurnya. Shin tersenyum. ”Aku sudah menyukaimu sejak kita masih sekolah dulu,” Shin akhirnya mengakui semuanya pada Kiyoharu.
”Kenapa kau tidak bilang dari dulu?” Kiyoharu memegang tangan Shin dan menciumnya, menimbulkan suatu sensasi tersendiri bagi Shin. Kiyoharu pintar sekali dalam menggoda orang.
”Aku pikir kau tidak menyukaiku juga,” jawab Shin, membiarkan Kiyoharu menyentuh bagian-bagian tubuhnya yang lain. Shin kemudian kembali mencium Kiyoharu. Kiyoharu menatap Shin sambil tersenyum, ia lalu bertanya, ”Kapan kau akan kembali ke Nagoya?”
”Entahlah. Aku belum tahu, mungkin minggu depan,” jawab Shin sambil duduk di atas tempat tidur.
Kiyoharu menatap Shin sesaat lalu memeluknya dan mulai mencium lehernya dengan penuh nafsu. Shin memahami apa yang diinginkan oleh Kiyoharu sekarang. Ia membiarkan Kiyoharu menjelajahi tubuhnya dengan bebas sebelum akhirnya ia membuat Kiyoharu berada di atas tubuhnya. Kiyoharu mulai menggerakkan tubuhnya, membuat Shin makin bergairah dan terkadang kembali mencium bibirnya. Kiyoharu benar-benar pintar dalam membangkitkan gairahnya, untuk hal ini Shin sama sekali tidak menyangka bahwa Kiyoharu bisa melakukan hal seperti ini. Kiyoharu mempererat pelukannya dan mengatur nafasnya, tak lama kemudian ia menyandarkan kepalanya di bahu Shin. Kali ini, mereka berdua sama-sama telah mencapai puncak kenikmatannya dan Shin sendiri juga memeluk tubuh Kiyoharu kemudian mencium kening dan bibirnya, “Aku mencintaimu,” bisik Shin di telinga Kiyoharu.
Ketika Kiyoharu akhirnya benar-benar bangun dari tempat tidur, Shin baru menyadari kalau ia seharusnya sudah berada di tempat manajer mereka sekarang. Shin segera mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai.
“Kau sudah mau pergi?” Kiyoharu memakai celana pendeknya.
“Ya, aku lupa aku sudah ada janji dengan manajer band kami,” jawab Shin. “Aku pinjam kamar mandimu sebentar ya,”
“Silakan saja,”
Shin kemudian masuk menuju ke kamar mandi yang telah ditunjukkan oleh Kiyoharu sebelumnya. Setelah itu, ia pun meninggalkan apartemen Kiyoharu dan bergegas pulang ke tempat ia dan bandnya menginap.
“Aku pikir kau tidak kembali lagi,” ujar Amiya saat ia melihat Shin datang.
“Maaf, aku hampir saja lupa. Lalu? Dimana manajer?” tanya Shin saat ia melihat manajer mereka belum hadir di antara mereka. Padahal rencananya hari ini mereka akan membicarakan mengenai perilisan single terbaru mereka.
“Ia menunggumu di ruangannya,” jawab Amiya sambil menunjuk ke sebuah ruangan kecil di dekat ruang tengah. “Hitoki dan Yoshifumi juga sudah ada disana,”
“Baiklah, aku segera kesana,” Shin kemudian masuk ke ruangan itu untuk mengikuti meeting dengan manajernya tersebut. Amiya menyusul belakangan.
***

"Love is just something you can't explain, like the look of a rose, the smell of rain, or the feeling of forever.”

Shin sedang memainkan gitarnya ketika ia mendengar Amiya berbicara tentang sebuah gay bar yang tadi ia temukan kemarin sewaktu sedang jalan-jalan. Amiya memang suka sekali datang ke tempat seperti itu sementara Shin tidak pernah tertarik untuk kesana. Baginya yang penting adalah ia sudah memiliki Kiyoharu di sisinya. Saat ini ia sama sekali tidak tertarik untuk bersenang-senang dengan orang lain selain Kiyoharu. Tapi Amiya justru mengajaknya ke gay bar itu.
“Aku tidak mau,” tolak Shin.
“Ayolah, sekali ini saja,” bujuk Amiya.
“Aku tidak tertarik ke bar seperti itu,” Shin mencoba mempertahankan keputusannya, tapi Amiya tetap membujuknya. Bahkan Yoshifumi juga ikut bersama dengan Amiya. Hanya Hitoki saja yang menolaknya. Shin akhirnya terpaksa mengikuti mereka menuju ke gay bar itu.
Begitu Shin masuk ke dalam, ia sudah disambut dengan pemandangan yang tidak biasa. Banyak pria dan beberapa wanita berada di dalam bar itu. Beberapa di antara mereka tidak segan-segan untuk bermesraan dan di sebuah stage kecil terdapat 2 orang laki-laki yang sedang menghibur dengan menari sambil melepaskan baju mereka. Shin dan 2 orang temannya duduk di meja yang terletak agak jauh dari stage.
“Kalian kesini untuk apa?” keluh Shin.
“Tentu saja bersenang-senang sebentar,” jawab Yoshifumi sambil memesan sebotol bir.
“Kudengar disini mereka punya seseorang yang cukup berbakat lho,” kata Amiya.
Shin masih bersikap cuek. Ia tidak tertarik dengan suasana yang ada di bar ini. Ia hanya berada disini untuk menikmati minuman bersama teman-temannya. Tapi kemudian ia melihat seseorang yang membuatnya nyaris menjatuhkan gelas minumannya. Kiyoharu. Meskipun Kiyoharu berada jauh di depannya, tapi ia yakin orang itu adalah Kiyoharu. Ia mengenakan sebuah baju yang terlihat agak ketat di tubuhnya dan beberapa orang pria mulai merayunya. Shin sempat berdiri dari tempat duduknya. Ia tidak mau Kiyoharu diganggu oleh orang lain.
Namun yang terjadi kemudian membuatnya terdiam. Kiyoharu tersenyum menggoda pada pria yang berada paling dekat dengannya. Dengan gaya yang sedikit menggoda, Kiyoharu menanggapi pria itu dengan merangkulnya dan sepertinya mengatakan sesuatu. Pria itu terlihat sedikit kecewa, tapi Kiyoharu kembali tersenyum dan mencium pipi pria itu dengan mesra, sebelum akhirnya ia berlalu dari hadapan pria-pria tersebut ke sebuah ruangan lain yang dijaga oleh dua orang pria di pintu masuknya. Shin tidak yakin ia bisa melawan pria-pria tersebut karena itu ia akan menunggu saat Kiyoharu keluar nanti untuk menanyainya. Kiyoharu sama sekali tidak keluar lagi dari tempat ia masuk barusan.
“Ada apa, Shin-kun?” tanya Yoshifumi. Tapi Shin tidak menjawabnya. Pikirannya masih sulit menerima apa yang ia lihat barusan. Apa itu berarti Kiyoharu bekerja di tempat seperti ini? Tidak mungkin. Rasanya sulit membayangkan semua ini. Malam semakin larut. Yoshifumi dan Amiya akhirnya pulang duluan setelah Shin memutuskan untuk menunggu Kiyoharu di luar bar. Ia tidak peduli kalau udara di luar jadi semakin dingin.
Kiyoharu pun akhirnya keluar dengan pakaian yang berbeda dari yang ia kenakan saat di dalam tadi. Ia membawa sebuah tas bersamanya. Begitu melihat Shin berada di luar, ia terlihat sangat kaget.
”Apa yang kau lakukan disini?” tanya Shin.
”Kau sendiri?” balas Kiyoharu.
”Aku melihatmu masuk ke dalam bar itu,” jawab Shin. Ia tidak ingin Kiyoharu mengetahui bahwa ia masuk ke dalam bar juga. ”Apa yang kau lakukan disana?”
Kiyoharu terdiam agak lama lalu menjawab, ”Berhenti dari pekerjaanku,”
”Apa?” Shin sempat tidak percaya saat mendengarnya.
”Aku tadinya adalah penghibur disana. Namun aku memutuskan untuk berhenti,” jawab Kiyoharu lagi, nada suaranya sedikit bergetar. Shin tahu, ini pasti berat untuk mereka berdua.
”Kiyoharu,....” Belum sempat Shin menyelesaikan kata-katanya, Kiyoharu kembali berkata,” ”Aku tidak ada bedanya dengan pelacur. Aku tahu, mungkin kau akan merasa malu telah mengenalku. Aku berbeda dengan Kiyoharu yang kau kenal dulu,” Kiyoharu menundukkan kepalanya. ”Maaf kalau aku telah membohongimu,” Kiyoharu akhirnya melangkah pergi meninggalkan Shin.
”Kiyoharu, tunggu,” Shin berusaha mencegahnya. Tapi Kiyoharu justru mempercepat langkahnya menuju ke tempat ia memarkir mobilnya. Shin masih berusaha mengejarnya namun Kiyoharu masuk ke dalam mobilnya dan mengendarainya meninggalkan bar itu.
Shin yang tidak membawa mobil memanggil sebuah taksi yang kebetulan lewat dan menyuruhnya untuk mengejar mobil milik Kiyoharu. Kiyoharu pasti saat ini menuju ke apartemennya. Dalam hati, Shin masih memikirkan mengenai kejadian barusan. Memang berat baginya menghadapi kenyataan bahwa Kiyoharu telah berubah. Tapi bukankah tadi Kiyoharu bilang ia sudah berhenti? Meskipun itu tidak mengubah kenyataan bahwa Kiyoharu dulu telah menjual dirinya pada orang lain. Ia tidak pernah membayangkan bahwa Kiyoharu bisa melakukan pekerjaan seperti ini. Shin akhirnya memutuskan bahwa ia tetap akan menerima Kiyoharu. Mungkin akan butuh waktu baginya untuk terbiasa dengan kenyataan ini, tapi bagaimanapun juga, ia tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi.
Tiba-tiba mobil taksinya melaju perlahan. Ia melihat ada sekelompok orang di jalan di depannya.
”Sepertinya ada kecelakaan,” jelas supir taksinya. Shin mendadak merasakan suatu perasaan tidak enak. Ia membayar ongkos taksinya dan turun dari taksi tersebut. Ia terkejut melihat sebuah mobil Mercy yang ia kenali menabrak sebatang pohon besar di pinggir jalan itu. Bagian depan mobil itu ringsek dan ia melihat seseorang yang ia kenal tergeletak berlumuran darah di kursi supir.
”Kiyoharu!!!!” teriak Shin. Dengan panik, ia berusaha membuka pintu mobil yang hancur itu dan membawa Kiyoharu keluar, dibantu dengan polisi yang sampai ke lokasi kejadian dan sedang menunggu bantuan ambulans.
”Kiyoharu, buka matamu,” Shin dengan panik menepuk wajah Kiyoharu, berusaha membuatnya sadar, tapi Kiyoharu sama sekali tidak membuka matanya. Darah segar masih mengalir di kepalanya.
”Maaf, kami harus membawanya ke rumah sakit sekarang,” petugas ambulans yang sampai di lokasi segera mengevakuasi Kiyoharu ke dalam mobil ambulans. Shin tidak diperbolehkan untuk ikut di dalam mobil ambulans itu. Ia justru masih harus menghadapi pertanyaan dari petugas kepolisian mengenai kecelakaan barusan. Kiyoharu sepertinya terluka cukup parah. Shin hanya bisa berharap bahwa nyawa Kiyoharu masih bisa diselamatkan.
***

the two are cornered in, everything is going too fast,
 unable to escape the shadows of this fantasy
i know how you keep me as a useless object,but because I love you we are bound together
But I hear the whisper, Sure it was my lover
Sounds like you screaming in the darkness sadness (toge)
End Part of Mayoeru Yuritachi

No comments:

Post a Comment